“Seringkali perpisahan adalah jalan memutar yang panjang untuk sebuah pertemuan ulang yang menyatukan”. Itulah benang merah pada 4 karya Ika Natassa yang saya baca setahun terakhir, yaitu Divortiare, Twivortiare, Twivortiare 2, dan Critical Eleven. Saya sedang tidak menerima perdebatan untuk hal ini. Sebagai pengumpul karya Mira W dan penyuka cerita-cerita Marga T, bukan kebetulan jika akhirnya saya pun menyenangi celotehan Ika Natassa. Menurut saya ketiga penulis wanita ini memiliki sejumlah kesamaan. Dari generasi berbeda, Mira, Marga dan Ika selalu memulai cerita dengan kerendahan hati. Saya tak bisa menjelaskan maksud “kerendahan hati” ini sekarang. Tapi cobalah baca karya-karya ketiganya dan rasakan 10 halaman pertamanya. Sama seperti Mira dan Marga, halaman-halaman awal tulisan Ika adalah sebuah penuntun yang ramah dan nyata. Selanjutnya Ika dengan caranya sendiri mengajak pembaca menyimak bersama konflik cerita. Lama kelamaan tanpa disadari Ika sudah memb...
di sini dan di ujung jalan itu