“Apa yang telah negara berikan untukmu? Pertolongan apa yang negara hadirkan untukmu saat susah dan terhimpit?” Jangan tanyakan itu kepada Marni. Sebab Ia adalah korban premanisme yang dilakukan oleh kaki tangan negara. Marni adalah saksi bagaimana negara menciptakan ketakutan dan memaksakan kepasrahan. Entrok karya Okky Madasari (dok. pribadi). Kisah Marni tertuang dalam 282 halaman Entrok karya Okky Madasari. Berlatar tahun 1960-an hingga 90-an ketika orde baru berkuasa dengan segala kesewenangan-sewenang yang diam-diam menyisakan trauma mendalam bagi rakyat. Sejak kecil Marni terbiasa hidup susah bersama ibunya. Demi bisa makan, keduanya harus berjalan kaki menuju pasar dan menjadi buruh kupas singkong di sana. Upah yang mereka terima bukan berupa uang, melainkan hanya singkong. Sehari-hari Marni dan simbok mengisi perut mereka dengan singkong, gaplek, dan sesekali nasi. Menginjak remaja Marni ingin memiliki entrok atau bra untuk melindungi buah dadanya. Namun, simbok tak mampu memb...
“Karunia terbesar yang paling diinginkan manusia ialah kekuatan menguasai dan mempengaruhi sesamanya” Saat membaca ulang novel “Arok Dedes” karya Pramoedya Ananta Toer beberapa waktu lalu, kutipan di atas terasa amat mengusik. Arok Dedes bisa dibaca sebagai kisah sepak terjang para pemburu kekuasaan yang saling bersekutu sekaligus berkhianat demi menjadi yang paling berkuasa. Kebaikan dan kelaliman, kemuliaan dan kenistaan, keteladanan dan keburukan lebur tanpa batas yang tegas hingga tokoh protagonis dalam Arok Dedes pun bukan sosok pahlawan yang suci. Tak sekadar intrik perebutan kekuasaan, di kedalaman lain Arok Dedes juga menghadirkan dinamika kehadiran agama-agama di tengah masyarakat. Arok Dedes bisa dibaca sebagai kisah yang diwarnai ketidakrelaan dan kecemburuan suatu kelompok keyakinan atau agama terhadap keyakinan lain. Secara ringkas Arok Dedes bisa diceritakan menurut perspektif berikut: “Tumapel yang saat itu dipimpin oleh Tunggul Ametung dianggap semakin bercorak Hindu Wi...