Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Wajah Gus Mus hingga Jokowi di Pertokoan Gatot Subroto Solo

Kota Surakarta atau Solo lebih dari sekadar wisata kuliner. Bicara tentang Solo juga bicara tentang api kreativitas yang senantiasa dijaga tetap menyala di segala tempat. Tak hanya hadir di dalam ruang-ruang galeri elit, kreativitas juga hidup di gang-gang pemukiman dan di pinggir jalan. Berfoto bersama mural di koridor "Gatsu" Kota Surakarta (dok. pri). Koridor kawasan pertokoan di Jalan Gatot Subroto itu panjangnya hanya sekitar 400 meter. Namun, deretan tempat usaha tersebut mampu memikat banyak mata. Tidak hanya menonjolkan bisnis, koridor ini juga berfungsi rangkap sebagai kanvas seni. Sejak akhir 2017 aneka mural menghiasi dinding-dinding dan pintu bangunan di sepanjang koridor. Dibuat oleh sekitar 100 seniman, mural-mural tersebut merupakan bagian dari kampanye “Solo is Solo” yang dikerjakan menjelang peringatan Sumpah Pemuda.   Oleh karena itu, salah satu mural yang mencolok adalah mural Mohammad Yamin, tokoh penting di balik Sumpah Pemuda

"Jangkau" dan Tren Filantropi yang Tumbuh di Indonesia

Ada banyak jalan untuk mengulurkan tangan. Ada banyak cara untuk menjadi dermawan. Gairah baru filantropi memberi kesempatan bagi setiap orang untuk terlibat dalam misi kebaikan dengan berbagai cara.   Aplikasi "Jangkau" (dok. pri). Mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok meluncurkan aplikasi bernama “Jangkau” pada awal Agustus 2019. Aplikasi yang dijalankan di perangkat mobile dan smartphone ini bertujuan untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan, terutama kalangan rakyat miskin dan lansia. Jangkau mempertemukan mereka yang membutuhkan bantuan dengan orang-orang yang ingin membantu. Pada masa awal Jangkau masih terbatas mengelola sumbangan berupa barang, terutama barang kebutuhan lansia. Namun, ini hanya embrio. Artinya Jangkau akan dikembangkan lebih luas lagi. Jangkau dan Humanisme Ahok Jangkau bersemi dari dalam penjara. Hasil pendalaman Ahok terhadap masih adanya orang-orang yang menghendaki bantuannya saa

Ancaman Bahaya "Direct Debit" LinkAja dan KAI Access

KAI Access menerapkan “direct debit” menggunakan LinkAja untuk pembayaran tiket kereta api. Pembayaran bisa langsung dilakukan tanpa perlu memasukkan PIN LinkAja. Dianggap praktis, fitur ini justru meningkatkan risiko dan ancaman bahaya bagi penggunanya. Saya mengalaminya sendiri beberapa hari lalu. (dok. pri). Suasana rileks yang sedang saya nikmati pada Minggu (1/9/2019) siang lenyap seketika. Mood yang saya bangun selagi membaca buku tiba-tiba dirusak oleh sebuah pemberitahuan/info dari LinkAja di layar smartphone . Isinya kurang lebih begini:   “Anda sudah bertransaksi sejumlah Rp180.000 ke KAI Lokal….”. Dalam rasa terkejut saya segera memeriksa aplikasi LinkAja dan menemukan riwayat pembayaran yang dimaksud. Masalahnya saya tidak memesan tiket KAI tersebut. Saya lalu beralih memeriksa arsip tiket pada akun saya di aplikasi KAI Access. Ternyata tidak ditemukan daftar tiket yang dimaksud. Oleh karena itu, siapa yang memesan tiket KAI dengan menggu