Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

27 TAHUN KAHITNA bagian empat: Tentang Diriku

9 tahun sudah saya menyenangi KAHITNA sebagai sebuah grup yang lagu-lagunya bisa memenuhi selera hati dan telinga saya. Sepanjang itu pula saya tumbuh sebagai seorang penggemar yang melewati berbagai fase perkembangan. Saya jelas jauh dari predikat grupies, penggemar yang setia berada di depan panggung setiap kali idolanya beraksi. Namun demikian sayapun pernah melalui fase alay sebagai seorang penggemar. Tiga tahun pertama menjadi soulmateKAHITNA jelas masa-masa di mana saya tampak begitu freak, mencoreti setiap lembar kertas, tiap bangku dan meja, lalu memutar lagu-lagu mereka kapanpun dan menyanjungnya di manapun tak kenal kondisi. Juga mengutip banyak syair lagu KAHITNA sebagai komentar dan beberapa hal lain yang secara pribadi saya identikkan dengan ekspresi alay seorang penggemar baru. Lambat tahun bentuk-bentuk ekspresi tersebut berkurang, namun bukan berarti kekaguman saya pada KAHITNA luntur. Sebagai seorang penggemar saya mulai memaknai KAHITNA dalam konteks yang se

Sepotong Kertas yang Menyimpan Cerita dan Selembar Kartu Pengantar Rindu

“Nina, saya sekarang sudah sampai di Columbus (di apartemen saya sendiri). Apartemen saya kecil tapi cozy dan lingkungannya aman & dekat ke universitas. Di sini saya ngga punya mobil, kalau pergi ke mana-mana hanya jalan kaki atau naik bis..............Bagaimana Yogya!! Saya kangen naik becak. Kirim2 surat ke mari ya, Na!!. Soalnya saya kangen................” Barisan kalimat sederhana namun manis  di atas adalah isi dari sebuah kartu pos yang jadi bagian dari  banyak “prasasti” yang ditampilkan di Jogja Stamp Show 2013. Pameran ini digelar di Gedung Heritage eks De Javasche Bank Yogyakarta atau lebih dikenal sebagai Gedung Bank Indonesia Yogyakarta, dari 19 Juni sampai 23 Juni 2013. Memamerkan ragam koleksi benda pos langka berusia puluhan tahun, Jogja Stamp Show digelar untuk memperingati Hari Anak Indonesia. Sesuai temanya “From Youth For Stamp”, pameran ini juga memiliki misi  memperkenalkan  hobi filateli kepada para siswa sekolah.  Puluhan

Embung Nglanggeran: Keajaiban Kecil di Puncak Bukit, di Bawah Langit

Salah jika menebak pemandangan cantik di atas adalah milik sebuah pantai. Pemandangan itu bahkan berada jauh dari pantai. Sebaliknya hamparan air beratapkan langit berawan tersebut berada di sebuah puncak bukit pada ketinggian hampir 700 meter di atas permukaan laut. Embung Nglanggeran, itulah nama dari sebuah tempat di Gunung Kidul yang menawarkan pemandangan-pemandangan indah itu. Embung atau telaga buatan ini mengkonservasi air dari berbagai sumber seperti mata air dan air hujan dengan menampungnya di atas perbukitan Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul.  Seberapa cantik tempat ini?.  Tempat ini lebih dari sekedar cantik. Setelah menaiki anak tangga yang cukup tinggi, embung ini akan menyajikan “dua lukisan” yang sangat kontras. Di satu sisi Embung Nglanggeran memiliki tembok berupa barisan bongkah batu berukuran raksasa yang menjadi bagian dari Gunung Api Purba Nglanggeran. Sementara di sisi lainnya tempat ini bagaikan berada langsung di bawah atap langit. Awan-awan  

DIKJUT BiOSC 2013: Sebuah Renungan

Suatu saat ketika kami sedang sibuk merangkak dan menunduk memperhatikan herba-herba mungil yang berserakan di atas seresah, beberapa crew Gunung Api Purba bertanya : "sedang lihat apa, mas?". Lalu ketika kami jawab, mereka menanggapi : "Oh, kaya gitu Anggrek, tho". Yang menjadi kekhawatiran saya dan mungkin juga banyak orang, termasuk rekan-rekan BiOSC sebenarnya bukan hanya banyaknya jenis Anggrek di Gunung Api Purba Nglanggeran yang belum diketahui oleh masyarakat termasuk pengelola sendiri. Bukan itu, karena untuk beberapa alasan hal itu menjadi lebih baik dengan harapan tak banyak yang mengusik keberadaan Anggrek-anggrek tersebut. Oleh karena itu juga kerap berpesan kepada BiOSC untuk berhati-hati jika melakukan eksplorasi Anggrek di sebuah kawasan ekowisata. Ada banyak yang perlu dipertimbangkan dan dijaga karena bagaimanapun harus disadari bahwa ada benturan prinsip yang menjadi masalah bagi sejumlah kawasan ekowisata di Indonesia. Belum lagi jika kita b

DIKJUT BiOSC 2013: Diary Para Sweeper

Jelang pukul sembilan pagi, 20 menit setelah semua kelompok berangkat, 3 sweeper menyusul. Septy, Abid dan Ilham berjalan di belakang 5 kelompok untuk memastikan semuanya on the track. Selain mereka bertiga, seorang bintang tamu yang juga ikut serta. Sepanjang jalan kami berempat tak lepas dari obrolan, tentang apa saja, namanya juga anak muda. Di beberapa tempat kami juga berhenti untuk beristirahat. Istirahatnya pun suka-suka. Di gardu pandang misalnya, kami menikmati sebungkus Chitato dari Ilham, lalu saya mengeluarkan dua buat coklat kemasan kecil, lalu Ilham mengeluarkan sebungkus rotinya lagi, sementara Abid tak mengeluarkan apa-apa tapi paling banyak menghabiskan. Untuk menemani saya memutarkan beberapa lagu yang sangat mereka suka dari KAHITNA.                                                                                                                                        Di gardu pandang kami mati gaya sampai akhirnya tiba-tiba pemandangan indah tersaji di depan.

DIKJUT BiOSC 2013: EVAKUASI

Tim penolong II dari Gunung Api Purba tiba membawa tandu dan segera turun ke lokasi Aisha terjatuh. Jika tak salah ingat itu berarti hampir 1,5 jam dari saat kami mendengar “peluit panjang”. Aisha akhirnya mendapatkan pertolongan pertama yang dibutuhkannya. Tapi kami hanya sedikit lega. Ya, sedikit lega karena ketika Aisha sudah mendapatkan pertolongan, maka yang lain adalah bagian kami. Bukan sebuah evakuasi yang dramatis. Tapi akhirnyamenjadi sangat sulit dan beresiko karena dua hal yakni medan yang sialan dan kondisi mental sebagian peserta yang terlanjur sulit untuk diarahkan. Mereka sudah melihat temannya terjatuh, beberapa di antara mereka saya yakin juga baru pertama kali bersentuhan dengan kondisi alam seperti kemarin, maka wajah-wajah kalut dan takut dapat dibaca dari beberapa di antara mereka saat itu. Tapi mau apalagi, mereka harus naik. Dari atas kami minta mereka bersiap . Tak ingin menunggu lagi, saya dan Septy memutuskan untuk memulai menaikkan mereka ke atas

DIKJUT BiOSC 2013: Detik-Detik Jelang Evakuasi

Jam 10 pagi, gerimis mendadak turun, hanya sebentar memang tapi lalu digantikan hujan. Saya mengikuti Septy, Ilham dan Abid melakukan sweeping jalur dan peserta memilih berhenti dan berteduh. Tak lama kemudian kabut mulai turun dan perlahan menutupi langit di depan kami. Saat itulah saya merasa Dikjut BiOSC  kali ini akan melahirkan cerita yang berbeda dan tak terduga. Jam 12.30 hujan turun di puncak, tak terlalu besar tapi angin yang menyertainya cukup mengejutkan beberapa di antara kami. Dalam sekejab semuanya menjadi tampak abu-abu, seperti pagi yang baru diselimuti kabut. Satu persatu-satu kelompok turun untuk melanjutkan perjalanan. Hanya ada saya, Septy, Abid, Ilham, Syaima dan Hanif di puncak. Sengaja kami memutuskan lama di sana karena sweeper ingin memastikan semua kelompok tiba dulu di puncak sebelum melanjutkan sweeping. Tak banyak yang kami perbincangkan saat itu hingga tiba-tiba bunyi peluit panjang terdengar dari dasar lembah. Beberapa saat kami terbangun da