Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2013

LAYAKKAH KICAUAN TWITTER DIBUKUKAN ?

Awalnya saya merasa ketidakpuasan membaca sebuah kumpulan tweet dikarenakan ekspektasi saya yang terlanjur berharap akan isinya. Tapi saya bertanya lagi, saya bahkan membelinya tanpa membayangkan akan seperti apa isinya. Atau mungkin karena selera buku saya tidak sesuai dengan genre buku kumpulan tweet ?. Saya bahkan tidak memiliki selera tertentu dalam membaca. Saya mengkoleksi novel Mira W., buku sasta Rendra, tulisan Amien Rais hingga kumpulan cerpen Kompas. Tapi ketika saya meminta seorang teman untuk ikut membaca buku yang baru saya beli itu, ternyata responnya tak jauh beda dengan saya. Setelah membaca teman saya berkata : “buku opo iki ? mending ngeprint soko twitter langsung” . Akhirnya saya merasa bahwa buku yang berisi kumpulan tweet yang baru saya beli memang mengecewakan. Tapi apa saya menyesal membelinya ?. Tidak. Setidaknya saya jadi bisa membandingkan bagaimana sebuah buku yang menurut saya bergizi dan mana yang menurut saya cukup dibaca sekali. Ide apa yang

DI SINI

"Sore ini aku seperti melihat lagi serupa wajah sayu di ujung jalan itu. Dari seberang jalan hanya beberapa detik. Lalu di toko buku, aku baru sadar menjelang pulang kalau aku mendapat nomor tas 15. Tentu ini bukan pertanda apa-apa. Yang ku tahu kau di sana, entah di mana, selalu sehat dan bahagia"

Seandainya Aku Bisa Terbang I

Hai, apa kabar ?. Meski tak bersua, Aku tahu kita tak saling lupa Meski tak bicara Aku tahu kau kerap mengeluh di sana Mengeluh tentang jarak Tapi bersabarlah, aku pun tak bisa menolak Meski tak terlihat, Aku tahu kau kerap menggerutu Mengutuk waktu Tapi ketahuilah, di sini aku selalu menyimpan rindu Meski tak terasa, Aku tahu jarak ini membuatmu lelah Tapi kumohon kuatlah, karna akupun tak ingin pisah Meski tak terucap, Aku tahu kau sering curiga aku mulai acuh Tapi percayalah, selalu ada doa di waktu subuh Kita sama-sama tahu, Jarak ini sering membuat hati kita melemah Tapi tolong jangan dulu lelah, kita tak boleh kalah Aku tahu meski tak bicara, Kau kadang ingin menyerah Tapi tolong bertahanlah, karena di sini aku tak pernah menyerah Meski tak terungkap, Aku tahu kau pernah meragu, Tapi dengarkanlah, Kau slalu ada di langkahku...   Meski terasa lelah, Langkah ini bukan tanpa arah, Jarak dan rindu ada

Ambilah Penamu, Andrea Hirata !

Saya jadi teringat komentar Sudjiwo Tedjo pada sebuah forum di sebuah televisi beberapa bulan lalu. Komentar beliau pada waktu itu kurang lebih bermakna “kehebatan orang akan semakin kuat dan semakin dihargai, jika ketika kelemahannya dikritik, ia diam dan tidak berontak”. Respon Andrea Hirata terhadap sebuah tulisan kritis yang sebenarnya menarik jika dipandang dari sudut pandang tertentu, akhirnya bergulir bebas menjadi perbincangan yang ramai mengundang banyak komentar dan tulisan susulan. Ada yang berdiri di kubu Andrea dan ada yang berdiri di samping Damar, sang kritikus yang membuat Andrea tak tersinggung. Tapi ada juga yang bersikap biasa saja, mencoba arif memandang dari sudut pandang Andrea dan Damar. Seperti halnya konflik yang melibatkan dua nama tenar, adu argumen dan dukungan justru lebih kencang bermunculan dari para simpatisan masing-masing dibanding pihak-pihak yang bersinggungan secara langsung. Namun kali ini, beberapa kali melihat timeline twitter dan kom

YOGYAKARTA

ada banyak hal yang pada masanya nanti akan mengundang rindu,  meski kini mungkin masih tampak biasa saja. "Yang tlah kau buat sungguhlah indah, buat diriku susah lupa..."

Seandainya Aku Bisa Terbang

menyimpan rindu itu memang tak mudah, tapi bukankah karena ada rindu, pertemuan jadi makin indah ? bentangan jarak memang kadang membuat resah, tapi percayalah, jarak akan membuat perjumpaan semakin indah.

Salah Kaprah "Spesies Langka"

Ketika mengikuti seminar dan presentasi hasil penelitian di Universitas Indonesia Desember tahun lalu, ada hal yang membuat saya berfikir lagi dan akhirnya menyadari akan suatu hal. Berfikir tentang kesan kebanyakan orang ketika mendengar “spesies langka”.  Menyadari bahwa kesan tersebut boleh jadi adalah salah satu hal yang menghambat upaya konservasi biodiversitas di Indonesia selama ini. Apa yang ada di benak anda jika mendengar berita ditemukan 1 lagi spesies langka di Indonesia ?. Hal yang wajar jika kita merasa senang mendengar berita itu. Hal yang sering kita jumpai ketika dalam sekejap berita tersebut langsung di retweet berkali-kali di twitter sebagai kabar baik dari Indonesia. Lalu semua seperti baru menyadari bahwa kita memiliki banyak spesies langka. Semua media mengeksposnya sebagai penemuan yang perlu dipamerkan ke seluruh orang. Semua itu adalah kesan dan respon yang kerap kali kita temukan dari masyarakat Indonesia jika mengetahui sebuah spesies langka ditemukan.

Netralitas Media, Sesuatu yang Sulit

Apakah kita sering geram dengan model pemberitaan TV One ?. Apakah kita juga kerap mempermasalahkan daya kritis Metro TV ?. Kita tentu sering menduga untuk mencari tahu mengapa beberapa media di Indonesia menjadi sedemikian rupa hingga yang satu cenderung adem, beberapa biasa saja sementara yang lain terkesan nyinyir. Jawaban yang sering diambil oleh banyak orang untuk menilai fenomena media pers Indonesia saat ini adalah : media sudah tidak netral dan suka mempolitisasi berita. Sayapun awalnya berfikir serupa, bahwa beberapa media pers di Indonesia tidak netral dan hanya menjadi corong kepentingan pemiliknya. Tapi setelah menyimak dialog antara politisi, dewan pers dan wartawan senior, saya mulai berfikir ulang dan akhirnya sepakat dengan pandangan wartawan senior itu. Bahkan setelah mendengarkan penjelasan narasumber dari dewan pers saya akhirnya ikut berkesimpulan bahwa media memang tak harus netral dan tidak akan bisa netral. Bukan karena media pers tidak bisa bertanggung ja