Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Bertamu ke Rumah Nh. Dini, Menyimak Kisah Kenangan Tentangnya

"Keinginan menginjakkan kaki di rumah masa kecil Nh. Dini telah tercapai. Namun, duduk di teras rumah itu dan diterima oleh seorang anggota keluarganya merupakan keberuntungan yang tak saya duga. Pengalaman yang mengatasi sebagian ketidaktahuan saya tentang Nh. Dini". Rumah Nh. Dini di Sekayu, Kota Semarang (dok.pribadi).  Menurut salah seorang warga Sekayu, sebelum kedatangan saya pada Minggu pagi (19/2/2023) itu ada sekelompok mahasiswa yang hendak bertamu ke rumah Nh. Dini. Namun, mereka urung mencapai halaman dan rumah sang sastrawati. Kemungkinan karena tak memberi kabar rencana kedatangannya terlebih dahulu. Saya pun sebenarnya datang tanpa diundang, apalagi memberi kabar. Ibarat orang asing yang tiba-tiba muncul di depan pagar rumah seseorang, lalu terpaku agak lama mencari tahu cara agar bisa melihat rumah itu lebih dekat. Berdiri dengan keraguan akankah saya diterima bertamu? Terdiam dalam bimbang bolehkah membuka sendiri pintu pagar dan melangkah ke halamannya? Namu

Lorong-lorong yang Mengantar Saya ke Rumah Nh. Dini

 “Petunjuk dari bapak penjual wedang tahu di Jalan Depok menuntun saya memasuki lorong-lorong sempit di Kembang Paes. Dimulai dari tempat itu, langkah kaki menuju rumah masa kecil Nh. Dini dilalui dari lorong ke lorong” Lorong Jalan Sekayu di muka rumah Nh. Dini (dok.pribadi). Semarang teduh dan tenang pada Minggu (19/2/2023) pagi. Dari lantai 3 penginapan, Jalan Depok seperti masih enggan menggeliat. Belum banyak kendaraan lalu lalang. Pertokoan dan bangunan di sepanjang jalan banyak yang masih menutup pintu. Padahal ini salah satu jalan besar di tengah Kota Semarang. Barangkali karena waktu baru menunjukkan pukul enam lewat. Setengah jam kemudian dari ruangan resepsionis, sebelum mengembalikan kunci kamar, saya sempatkan melongok lagi ke arah Jalan Depok. Kali ini situasi sedikit lebih ramai. Beberapa orang berpakaian rapi melintas, menyeberang, lalu mengarah ke terusan yang sama. Semuanya berjalan kaki. Saya menduga mereka hendak pergi ke gereja untuk beribadah Minggu. Menginap di J

Semangkuk Soto Gerabah di Belakang Rumah Nh. Dini

Padang Ilalang itu membatasi halaman belakang rumah dengan sungai. Di sana saat ilalang dibabat, Nh. Dini untuk pertama kali melihat rupa orang Jepang yang datang sebagai penjajah. Lewat belakang rumah pula, Nh. Dini bersama ibu dan para kakaknya berjalan membelah malam, menyeberang jembatan menuju kampung Batan untuk mengungsi saat pertempuran meletus di dekat Sekayu. Lain hari ketika hujan deras mengguyur tanpa henti, sungai meluap menggenangi padang ilalang.  Sebuah kolam dadakan pun muncul di belakang rumah. Ikan-ikan dari sungai terjebak di sana. Dengan gembira, Dini kecil bersama kakak-kakaknya dan sang ayah memanennya sebagai lauk. *** Soto gerabah di belakang rumah Nh. Dini (dok.pribadi). Kini padang ilalang tak dijumpai lagi. Namun, rumah Nh. Dini masih berdiri di kampung Sekayu yang telah semakin padat. Terhimpit oleh pertumbuhan kota Semarang serta rumah-rumah yang berjejalan di kanan kiri lorong jalan sempit. Padang ilalang di belakang rumah Nh. Dini telah berubah. Digantik