Di lorong deretan toko dan kios beberapa waktu lalu saya tersenyum melihat sebuah stiker terpasang di gerobak milik seorang penjual cenderamata. Tentu saja senyuman saya bukan untuk membalas senyum yang terbingkai di gambar pada stiker tersebut. Saya tersenyum memaknai sendiri bahwa sudah begitu masifnya hal ini. Seperti sebuah gerakan, fenomena ini terlihat sederhana, hanya berupa untaian kalimat dan sebingkai foto namun sebenarnya sangat “sistematis”. “Piye bro kabare....?. Penak zamanku tho...”. . Atau yang terdengar serupa dan lebih dulu muncul “Piye kabare? Enak jamanku tho ?. Ungkapan sederhana berbahasa Jawa itu seketika menjadi fenomena negeri setahun kemarin dan makin bergaung saat ini. Bagaimana tidak di tengah berbagai masalah yang membelit bangsa saat ini, “sapaan” tersebut berhasil membuat banyak orang berfikir untuk mundur ke belakang. Mundur ke sebuah zaman di mana semuanya “terasa” nyaman meski diam-diam terbungkus penyakit yang menakutkan. Berawal dari jala
di sini dan di ujung jalan itu