Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Pramoedya Ananta Toer

Arok Dedes: Jejak dan Warisan Intoleransi dari Masa Lampau

“Karunia terbesar yang paling diinginkan manusia ialah kekuatan menguasai dan mempengaruhi sesamanya” Saat membaca ulang novel “Arok Dedes” karya Pramoedya Ananta Toer beberapa waktu lalu, kutipan di atas terasa amat mengusik. Arok Dedes bisa dibaca sebagai kisah sepak terjang para pemburu kekuasaan yang saling bersekutu sekaligus berkhianat demi menjadi yang paling berkuasa. Kebaikan dan kelaliman, kemuliaan dan kenistaan, keteladanan dan keburukan lebur tanpa batas yang tegas hingga tokoh protagonis dalam Arok Dedes pun bukan sosok pahlawan yang suci. Tak sekadar intrik perebutan kekuasaan, di kedalaman lain Arok Dedes juga menghadirkan dinamika kehadiran agama-agama di tengah masyarakat. Arok Dedes bisa dibaca sebagai kisah yang diwarnai ketidakrelaan dan kecemburuan suatu kelompok keyakinan atau agama terhadap keyakinan lain. Secara ringkas Arok Dedes bisa diceritakan menurut perspektif berikut: “Tumapel yang saat itu dipimpin oleh Tunggul Ametung dianggap semakin bercorak Hindu Wi...

Jejak Langkah: Penjajahan di Hindia Dulu, Kesewenang-wenangan di Indonesia Sekarang

Dengan penguasa yang sewenang-wenang, pemerintah berubah menjadi organisasi kriminal. “Lihat, betapa sudah cerah Hindia…”. Begitu sesumbar Gubernur Jenderal penguasa Hindia Belanda suatu kali. Politik Etik dijanjikannya hendak membawa negeri Hindia menuju masa depan yang cerah. Lewat pendidikan manusia-manusia Hindia akan semakin berilmu dan beradab. Dengan irigasi pendapatan negara akan bertambah. Melalui emigrasi akan dibuka perkebunan-perkebunan baru. Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer (dok.pribadi). Namun, Minke segera mengetahui bahwa Politik Etik hanya manis kata-kata.   Bangsanya justru akan semakin gelap karena pendidikan hanya mencetak priyayi-priyayi yang tunduk dan bekerja pada kehendak pemerintah dan penguasa. Penduduk Hindia Belanda kebanyakan tetap dibiarkan tertinggal dan terasing dari kemajuan ilmu pengetahuan. Sedangkan pertanian dan perkebunan tak lain adalah penindasan dan perampasan hak-hak petani serta pemilik tanah.   Bahkan, ketika Gubernur Jender...

Wajah Baru Buku Pramoedya: Bijaksana, Sederhana

Sesuatu yang ditunggu akhirnya datang juga. Kamis sore kemarin sebuah paket saya dapati tergeletak di atas keset di muka pintu. Terbungkus kertas coklat berlapis lakban di setiap pinggirannya. Isinya buku Pramoedya Ananta Toer edisi peringatan seabad yang saya pesan secara daring beberapa minggu lalu. Saya memesan empat judul, tapi sengaja dari toko-toko yang berbeda termasuk Gramedia dan Togamas.   Buku yang saya pesan dari Gramedia tiba lebih dulu. Malam harinya paket saya buka dan beginilah wujud buku yang dicetak ulang khusus untuk memperingati 100 tahun sang penulis besar. Biru yang Bijaksana Sebelumnya telah diumumkan bahwa tetralogi Buru akan kembali dengan cover yang seragam berlatar warna biru benderang. Melihat bocoran desainnya, banyak orang mengidentikannya dengan “biru resisten” simbol perlawanan sekaligus biru “peringatan darurat”. Namun, biru yang hadir ternyata lebih tua. Semua sisi cover, termasuk sisi dalamnya berlapis biru yang sama.   Biru yang kalem ini ku...