“Kesepian bukanlah alasan yang tepat untuk terus mencoba bermain hati dan memindahkan-alihkan cinta. Jenuh adalah alasan yang tak bisa diterima untuk mencari perhatian baru. Masalah manusia adalah dia tak pernah tahu apakah seseorang itu jodohnya, namun sayangnya itu menjadi semacam alasan untuknya membagi hati berkali-kali”
(Dua buku yang coba saya baca dan mengerti maksudnya adalah karya Dr. Adil Shadiq dan Taufiqurrahman al Azizy. Keduanya mencoba mengungkapkan dan menjelaskan beberapa hal dari Cinta dan Perselingkuhan. Ditinjau dari segi agama maupun pandangan kontemporer yang lebih moderat, saya mengamini beberapa pendapatnya, namun juga menggeleng untuk beberapa tulisannya. Entah pandangan siapa yang lebih mengena bagi saya, tapi saya setuju dalam satu hal yaitu tentang fenomena selingkuh)
Banyak orang beranggapan tak apa “mencurangi” pasangan selagi pasangannya tak tahu. Mungkin bisa jadi tak ada yang tahu, tapi semua hanya masalah waktu. Dan seringkali mereka mendua atas nama cinta, walau sebenarnya mereka tak berhak memakai kata cinta saat selingkuh. Seringkali juga satu penyesalan belum cukup bagi seseorang mengerti bahwa “selingkuh tak membawa bahagia”.
Lantas mengapa seseorang secara sadar atau tak sadar, sengaja atau tak sengaja bisa sering dengan mudahnya selingkuh ?. Tak cukupkah hanya dengan satu orang yang “resmi” ?. Ada satu ungkapan yang selalu benar, yaitu : “takkan datang orang ketiga kecuali sengaja diundang”. Maka boleh jadi fenomena selingkuh muncul karena obsesi seseorang untuk meraih sebuah idealisme dalam cinta.
Tak ada orang yang sempurna dan baik dalam banyak hal. Mereka yang selingkuh bukan tak mengerti hal ini. Namun bisa jadi keinginan untuk mendapat yang sebaik mungkin, membuat selingkuh menjadi “pilihan” mereka. Selingkuh, hal yang harusnya tak ada di kamus mereka yang mengatasnamakan cinta sebagai hal yang suci.
Lalu apakah selingkuh hanya pantas diberikan kepada mereka yang sudah berumah tangga, sepasang suami istri yang terikat janji setia lalu mencacati janji tersebut ?. Atau mereka yang masih dalam masa “taaruf”, mengenal dan memahami satu sama lain lalu membuat janji baru untuk yang lain dengan mengingkari janji yang lain pula, layak disebut selingkuh ?. Seberapa kuatkah godaan selingkuh hingga kita sering mendengar orang-orang terpelajar, para pejabat hingga seorang yang dihormati karena pengetahuan agamnya justru terseret dalam permainan terlarang ini ?. Bagaimana sebenarnya mesin selingkuh bekerja ?. Mengapa seperti menjadi pilihan banyak orang ?. Wajar atau tabukah permainan hati yang satu ini ?.
Jawabnya bisa beragam. Namun yang pasti “impian” untuk mendapatkan seperti apa yang tergambar dalam idealisme cinta menjadi sebab utama di balik beragam alasan orang selingkuh. Seperti seseorang yang hendak menata sebuah karangan bunga, sering tak cukup menyusunnya dengan hanya satu macam bunga. Apalagi jika pada akhirnya diketahui ada yang kurang atau salah dengan karangan tersebut, dia akan mengganti dengan bunga yang lain. Namun tak selalu demikian, kadang seseorang justru memilih menyisipkan bunga lain dalam karangan tersebut untuk melengkapi keindahan seperti yang dia inginkan. Dia tak membuang bunga yang pertama namun menambahkan bunga lain sebagai “aksesoris”.
Sebenarnya dengan selingkuh seseorang telah mencoreng cinta yang telah dia tentukan sendiri batasannya. Ada yang beranggapan pencarian cinta adalah sesuatu yang harus selalu dicoba. Pemikiran yang tak salah tapi jadi sukar diterima jika kemudian cinta menjadi sebuah percobaan seperti mempertaruhkan hati seseorang di meja perjudian. Jika ini yang terjadi maka atas nama cinta “selingkuh” lebih pantas disebut sebagai permainan hati ketimbang sebuah dalih pencarian cinta sejati.
Ada juga yang berangkat dari keyakinan bahwa jodoh masih akan menjadi sebuah rahasia yang tak satu orang pun tahu sampai benar-benar ditemukan. Sadar atau atau tak sadar, hal ini sering menjadi latar belakang seseorang untuk selingkuh dan menganggapnya sebagai hal yang wajar daripada berganti – ganti pasangan. Padahal keduanya sama – sama mencederai makna cinta. Bagi orang-orang tertentu, tentu saja yang memilihnya, selingkuh menjadi sebuah cara untuk “menyeleksi” satu di antara beberapa pilihan hati. Ups...benarkah ?. Beberapa kasus ternyata membenarkannya.
Ketika seseorang berikrar telah jatuh dan mencinta, seharusnya dia membeli sepaket cinta beserta kesetiaannya. Cinta dan setia adalah dua hal yang tak mungkin dipisahkan. Hanya saja banyak orang yang terlalu mudah “merasa” jatuh cinta namun tak sepenuhnya sanggup setia. Tak salah jika ada yang mengatakan bahwa godaan terbesar dalam cinta berasal dari dalam diri sendiri. Karena godaan termanis pun takkan tega menghampiri mereka yang setia. Dan orang ketiga takkan datang jika memang tak sengaja diundang.
Selingkuh, sebuah fenomena yang membuat cinta seperti terasa manis dijalani walau pada akhirnya hanya akan menghadirkan penyesalan, luka dan sakit hati. Jika tak bagi pelakunya maka bagi mereka yang diselingkuhi atau seringkali untuk mereka yang dijadikan orang ketiga. Karena menjadi orang ketiga bukanlah hal yang membanggakan.
Selingkuh bukanlah sebuah pencarian terhadap cinta sejati. Karena cinta yang baik takkan pernah mendua. Seseorang baru benar-benar memiliki cinta jika sudah Tak Mampu Mendua. Jadi janganlah lidah mengatakan indahnya cinta jika hati masih mendua.
Cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh dan mekarnya tak ditentukan oleh musim. Cinta juga sebuah cerita yang kisahnya sukar untuk diakhiri bahkan di saat semuanya tampak sudah berakhir. Cinta membuat seseorang menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Namun cinta juga yang menjadikan seseorang tiba-tiba takut mengakui sebuah kenyataan.
Pada suatu kesempatan KAHITNA pernah berkicau dan menuliskan ini : “Tak ada perselingkuhan yang berakhir tanpa penyesalan...”
Lalu mengapa selingkuh tetap menjadi pilihan yang disuka ?. Salah satu jawaban yang diberikan adalah “karena yang dimiliki seseorang itu sebenarnya bukan cinta melainkan “baru” sebuah keinginan untuk merasakan sebuah kesenangan semata”. Dan karena (bisa jadi) seseorang itu telah keliru dalam menentukan batasan cinta untuk dirinya sendiri (tapi dia merasa telah melakukan yang benar).
Cerita Cinta tak selalu hanya milik dua orang. Entah apa sebabnya seringkali muncul pemeran yang seharusnya tak ada dalam cinta. Pemeran yang sengaja diundang meski orangnya tak pernah mengharapkan dirinya dijadikan pilihan. Meski kadang dirinya terlambat mengerti telah menjadi bagian dari sebuah permainan hati yang membuat pelangi cinta tak lagi indah karena berselimutkan dusta. Permainan Hati yang bernama selingkuh, atau mari kita lebih haluskan : Mendua.
Please hear everyword i have to say. Whereever you go, whatever you do, jangan mendua lagi ya...
Komentar
Posting Komentar