Hening dan tenang. Itulah yang saya dapati
ketika melewati gerbang masuk Pantai Lakban di Ratatotok Timur, Minahasa Tenggara,
Provinsi Sulawesi Utara, pada Jumat (1/4/2016). Tak ada pengunjung yang
tertangkap oleh pandangan mata kecuali lima rekan yang memilih singgah di ujung
pantai dekat gerbang masuk. Belasan warung di pinggir pantai yang coba saya
tengok juga kosong tanpa ada yang menunggu dan tak terlihat ada barang
dagangan.
Pantai Lakban yang mulai
dikembangkan pada 1999 oleh PT. Newmont Minahasa Raya (PTNMR) ini memang indah dan bersih. Setelah melewati gerbang masuknya
yang berbentuk gapura, langkah kaki akan berlanjut menapaki jembatan kayu bercat
merah. Dari salah satu sisi jembatan tampak deretan mangrove dengan akar-akar
yang jangkung dan kokoh. Sementara dari di sisi yang lainnya terlihat samudera Lakban
dan hamparan pasir coklat yang membatasi garis pantai.
Sekitar 5 meter dari bawah jembatan terdapat
perahu yang ditambatkan di atas pasir. Meski terlihat masih bagus, perahu tersebut
sepertinya sudah lama tidak digunakan dan sengaja dijadikan monumen. Tak jauh
dari gapura dan jembatan, ada sebuah panggung terbuka berbentuk bulat dengan
tempat duduk bertingkat mengelilinginya. Pada waktu-waktu tertentu panggung ini
digunakan sebagai tempat pementasan budaya dan kesenian.
Gerbang masuk Pantai Lakban (dok. Hendra Wardhana). |
Hutan Mangrove di Pantai Lakban (dok. Hendra Wardhana). |
Berada di Pantai Lakban saat sepi seperti
berada di pantai pribadi. Di sepanjang pantai barisan pohon kelapa teduh
memanyungi. Bangku dari kayu dan semen yang ada di bawahnya menjadi tempat
terbaik untuk menikmati sepotong surga Lakban. Angin yang berhembus pelan tanpa
henti terasa menenangkan. Debur dan riak ombak yang sedikit berisik menjadi
hiburan tambahan. Arus yang tenang dan bias sinar yang menembus dasar pantai
yang dangkal juga sedap dipandang. Meski arusnya terlihat tenang namun tak jauh
dari bibir pantai rupanya terdapat papan kecil bertuliskan peringatan dan
larangan berenang.
Meski ada larangan berenang namun sejumlah orang tetap melakukannya krena papan peringatan yang terlalu kecil (dok. Hendra Wardhana). |
Lalu apa yang membuat tempat seindah ini sepi?.
Mungkin karena letaknya yang jauh dari kota Minahasa Tenggara. Apalagi dari Manado
yang membutuhkan waktu 3-4 jam untuk sampai di Pantai Lakban. Itupun perlu
berganti kendaraan karena belum ada angkutan umum dengan rute langsung menuju
ke Ratatotok. Jika menggunakan taksi dari Manado tentu menghabiskan banyak ongkos
dan itu bukan pilihan yang menyenangkan. Pilihan termudah mungkin menyewa mobil
lalu melanjutkan dengan bentor, sebuah “kendaraan hybrid” antara becak dan
sepeda motor. Padahal, jika para pemangku kepentingan tanggap menangkap permasalahan ini dan bisa mengatasinya, disertai promosi yang baik, keindahan Pantai Lakban bisa menarik perhatian banyak orang.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus