Langsung ke konten utama

Menjelang Sunset di Bukit Lintang Sewu

“Selamat datang di Lintang Sewu, bagaimana jalan-jalannya?”, sapa Purwo Harsono, seorang pegiat pengembangan wisata lokal di Kecamatan Dlingo, menyambut saya di puncak Lintang Sewu sore itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 dan suasana tidak begitu ramai sehingga ketenangan yang melenakan sangat terasa. Saya pun segera membebaskan diri untuk menikmati tempat ini.
Panorama di hadapan Bukit Lintang Sewu (dok. pri).

Lintang Sewu adalah spot wisata berupa bukit di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk mencapai Lintang Sewu tidaklah terlalu sulit karena akses jalan yang menghubungkan Kecamatan Dlingo dengan Kota Yogyakarta maupun Gunungkidul relatif baik. 

Jarak Lintang Sewu dari pusat kota Yogyakarta sekitar 35 km. Hanya saja tidak ada transportasi umum yang mengantar langsung mencapai ke lokasi. Menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor atau menyewanya dari layanan jasa transportasi akan lebih mudah dan membawa kita ke Lintang Sewu dalam waktu sekitar 75 menit.
Selamat datang di Lintang Sewu! (dok. pri).
Taman di Bukit Lintang Sewu (dok. pri).


Begitu mendekati Lintang Sewu setelah melewati jalanan yang agak berkelok dan menanjak, pemandangan asri di kanan dan kiri jalan segera mengundang antusiasme. Maklum saja, Lintang Sewu masih berada dalam “jalur wisata” Kecamatan Dlingo yang lebih dulu melambungkan Kebun Buah Mangunan, Puncak Becici, serta hutan-hutan pinusnya yang menarik.

Purwo Harsono menjelaskan bahwa lokasi wisata Lintang Sewu yang diluncurkan untuk umum pada 2017 ini dikelola langsung oleh warga setempat yang tergabung dalam kelompok wisata. Setiap pengunjung cukup membayar Rp2.000 untuk masuk ke Lintang Sewu. Tambahan uang diperlukan untuk membayar jasa parkir sebesar Rp2.000 per sepeda motor dan Rp5.000 per kendaraan roda empat. 

Rumah mungil di Bukit Lintang Sewu (dok. pri).
Penamaan “Lintang Sewu" yang berarti bintang seribu atau seribu bintang merujuk pada pengalaman dan sensasi yang bisa didapatkan di puncak bukitnya. Kala malam cerah tanpa awan menghalangi, bintang gemintang akan terlihat bertaburan dan berpendar di langit Lintang Sewu.

Akan tetapi, daya tarik Lintang Sewu lebih dari itu. Berada di ketinggian sekitar 345 mdpl  menjadikan tempat ini dilingkupi hawa sejuk. Rimbun pepohonan pinus dan kayu putih yang banyak tumbuh menambah kesegaran.

Sembari menikmati semilir angin dan tarian daun-daun, arahkan pandangan ke sekeliling untuk menyimak pemandangan yang memesona. Dari puncak bukit Lintang Sewu lukisan-lukisan alam yang indah terpampang nyata. 

Di kejauhan deret pegunungan tampak gagah. Hijau hutan yang membentang menjadi latar belakang yang anggun. Terlihat pula lembah-lembah dengan kelok sungai di antara kaki bukit. Cara terbaik untuk menikmati keindahan ini adalah dengan diam memandanginya selama beberapa menit. Bisa juga jika dilakukan sambil duduk atau berdiri di gardu pandang. 

Dari gardu pandang yang instagramable keindahan alam Lintang Sewu sayang jika dilewatkan tanpa mengabadikannya dalam bentuk foto. Tapi jangan terlalu bernafsu karena selain berada di ketinggian, beberapa gardu pandang juga berada di tepi puncak bukit. Keindahan Lintang Sewu bisa jadi membuat pemburu foto selfie yang narsis menjadi kurang waspada.
Menjelang Sunset (dok. pri).
Beberapa petak taman yang ditumbuhi bunga warna-warni mempercantik Lintang Sewu. Di sekitar taman terdapat tempat duduk untuk bersantai. “Ini belum semua. Nanti kami akan  buat (taman) lagi. Sementara yang sudah ada masih perlu dirapikan”, kata Purwo Harsono menjelaskan rencana pengembangan Lintang Sewu selanjutnya.

Lintang Sewu juga menarik dengan keberadaan bangunan-bangunan unik. Salah satunya adalah “rumah ranting”. Bangunan yang bisa dimasuki dua hingga tiga orang ini dinding dan atapnya tersusun dari ranting-ranting pohon yang saling dikaitkan dan disatukan. Sekilas bentuk rumah ranting ini seperti rumah binatang atau kurcaci di cerita-cerita dongeng.

Gardu pandang yang instagrammable (dok. pri).
Lepas pukul 17.30 pemandangan berupa perbukitan hijau yang megah pelan-pelan digantikan dengan lukisan senja yang dramatis. Lintang Sewu adalah salah satu tempat yang pas untuk menikmati sunset karena posisinya langsung berhadapan dengan cakrawala.

Menjelang matahari tenggelam langit di puncak Lintang Sewu menjadi merona. Transisi warnanya mengingatkan pada lirik indah lagu KAHITNA “lalu aku bilang sayang, wajahmu merah merona”. Dari kekuningan, oranye, lama kelamaan ronanya semakin kuat. Bentang langit seperti terbakar dan kehangatannya terasa sampai ke  Lintang Sewu. 

Begitu indahnya pertunjukkan senja di Lintang Sewu membuat mata enggan berpaling. Kemudian saat warnanya semakin menua, dari merah merona menjadi biru kehitaman, terbersit rasa syukur atas keagungan Tuhan yang telah menciptakan dan mengatur setiap detail lukisan-lukisan alam itu.
Jelang senja (dok. pri).
Sunset! (dok. pri).


Rasanya tak cukup hanya satu atau dua jam berada di Lintang Sewu. Di tempat ini pandangan mata seolah dihadang oleh panorama-panorama menawan di segala penjuru. Tapi apa boleh buat, langit telah gelap. Kaki pun melangkah meninggalkan Lintang Sewu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk

PERBEDAAN

Sejatinya tulisan ada karena sms seseorang yang masuk ke HP Nokia saya kemarin malam. Sebut saja Indah, nama sebenarnya, usianya yang lebih muda dari saya membuat kami beberapa kali terlibat perbincangan seperti halnya saudara. Beberapa hal ia ceritakan pada saya, yang paling sering soal asmaranya beserta segala macam bumbu seperti perkelahian antar wanita (berkelahi beneran), cinta segitiga dan sebagainya. Saya sering “terhibur”mendengar cerita-cerita itu darinya. Daripada menonton kisah sinetron, kisah Indah ini lebih nyata. Dan semalam dia mengirim sms bahagia. Bahagia dari sudut pandang dirinya karena usai jalinan asmara lamanya kandas dengan meninggalkan banyak kisah sinetron, kini ia mengaku bisa merasai lagi indahnya cinta. Sekali lagi cinta menurut sudut pandang dirinya. Namun rasanya yang ini begitu menggembirakan untuknya. Alasan pastinya hanya ia yang tahu, namun satu yang terbaca dari bunyi smsnya semalam adalah bahagia karena tembok perbedaan yang menjadi batas pem