Saya mencoba
mengingat-ingat lagi tanggapan seorang pembaca pada sebuah tulisan saya tentang
KAHITNA sekitar 2,5 tahun lalu. Pada kolom komentar, ia meninggalkan pesan
berbunyi “Jangan Hina KAHITNA”. Jujur saja saya tertawa membacanya saat itu.
Tapi saya juga terlambat mengerti apa maksud dari ungkapan yang ia katakan
sebagai bentuk dukungan kepada musik Indonesia. Ketika itu saya berfikir “Jangan
Hina KAHITNA” hanyalah sebuah komentar spontan yang mengambil nama KAHITNA untuk mewakili separuh musik
Indonesia. Tapi malam ini saya baru mengerti jika “Jangan Hina KAHITNA” ternyata sesuatu
yang benar-benar ada dan eksis di masa 2007 sampai 2008.
Adalah
seorang penulis buku sekaligus pesohor bernama Miund yang menginisiasi “Jangan Hina
KAHITNA” sebagai sebuah gerakan unik. Saya tak mengerti alasan pasti di balik gerakan
yang ia hembuskan dan seketika menjadi populer di masa itu. Meski disampaikan
dengan gaya tulisan yang terkesan hanya canda, tapi Miund serius mengusung
gerakan itu dalam konteksnya sebagai penggemar berat grup band KAHITNA.
Berikut ini
saya salin isi pernyataan “Jangan Hina KAHITNA” yang dideklarasikan Miund di
dalam web site pribadinya pada 13 November 2007.
“Berbekal pengalaman
karaoke bertahun-tahun dan yang terkini adalah malam Minggu kemarin, maka
dengan ini saya dan sahabat saya Neng Wenni, resmi melancarkan gerakan JANGAN HINA KAHITNA.
Manifesto dari gerakan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mereka yang ingin menghina, jangan mencaci MUSIK dari kelompok ini.
2. Penyiletan terhadap salah satu anggota seperti di website ini sah-sah saja, asal tidak mencaci MUSIK dari kelompok ini.
3. Pendukung gerakan WAJIB menyanyikan paling tidak SATU LAGU kelompok ini setiap kali ia berkaraoke”.
2. Penyiletan terhadap salah satu anggota seperti di website ini sah-sah saja, asal tidak mencaci MUSIK dari kelompok ini.
3. Pendukung gerakan WAJIB menyanyikan paling tidak SATU LAGU kelompok ini setiap kali ia berkaraoke”.
Akhirnya
saya mulai bisa menerka pesan dan latar di balik gerakan “Jangan Hina KAHITNA”
ini. Tak dipungkiri sebagai grup band yang berdiri pada 24 Juni 1986, KAHITNA
tak bisa lagi disebut grup musik ABG. Hal ini membuat untuk hal tertentu
segelintir orang memandang aneh ke arah KAHITNA yang masih saja mengumbar
cerita cinta gaya ABG. Lagu-lagunya yang cenderung cengeng sering dipandang
kurang pantas lagi untuk dibawakan oleh grup yang sudah berusia 27 tahun. Di
sisi lain musik KAHITNA juga kerap dianggap “begitu-begitu saja”.
Tapi
anggapan itu jelas hanya dimiliki oleh orang yang asing dengan musik Indonesia.
Mereka yang memandang remeh musik KAHITNA boleh jadi merupakan korban dari
serbuan band-band spesialis acara musik pagi atau grup-grup karbitan yang
memainkan musik serba seragam, suara serba sama dan cengkok yang dibuat-buat.
Kenyataanya
KAHITNA justru menjadi salah satu ikon musik pop Indonesia. Sebagian wajah
musik pop khas Indonesia dianggap ada pada KAHITNA. Bukan itu saja, grup beranggotakan
9 personel ini juga dipandang sebagai salah satu penjaga wibawa musik
Indonesia. Bersama sejumlah nama seperti Slank, Gigi dan Sheila On 7, KAHITNA
berada di jajaran terdepan grup pop Indonesia terbesar selama 2 dekade
terakhir.
Secuil
stigma terhadap KAHITNA juga menular
kepada penggemarnya yang dulu disebut KAHITNAmania, kini soulmateKAHITNA.
Karena menyenangi KAHITNA, para penggemarnya kerap dipandang sebagai orang yang
cengeng, mudah galau dan kalau dia laki-laki pasti dianggap aneh. Oleh karena
itu gerakan “Jangan Hina KAHITNA” boleh dianggap sebagai ajakan serangan balik dengan menyanyikan lagi lagu-lagu KAHITNA setiap hari. Memang
terkesan fanatik, tapi juga diperlukan untuk menetralkan ruang dengar kita yang
sudah jenuh dengan musik yang serba seragam dari deretan grup follower.
“Jangan Hina
KAHITNA” boleh jadi hanyalah sebuah gerakan yang mewakili kekaguman personal
sekaligus kekesalan seorang penggemar ketika idolanya dipandang remeh
dan dihina. Tapi “Jangan Hina KAHITNA” sesungguhnya mengandung pesan yang
sangat kekinian. Selain susah ditandingi, eksistensi KAHITNA bersama sejumlah
band yang sudah disebutkan di atas mampu menyelamatkan wajah musik Indonesia di
tengah hajaran grup-grup prematur yang dipaksakan mengisikan panggung saat ini.
Oleh karena
itu menghina KAHITNA boleh jadi sama dengan penghinaan kepada wajah musik
Indonesia. Terdengar berlebihan memang, tapi lebih keterlaluan lagi jika kita
menjadikan grup-grup prematur saat ini sebagai wajah musik
Indonesia yang sesungguhnya.
Komentar
Posting Komentar