Langsung ke konten utama

Pancasila Mengatasi Ideologi Agama

Hari ini kita memperingati kembali lahirnya Pancasila. Seperti diketahui bersama kelahiran Pancasila tak bisa dipisahkan dari sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 di mana ada sekitar 39 pembicara yang menyampaikan gagasan dan konsep dasar negara Indonesia merdeka. Salah satunya ialah Ir. Soekarno.
Garuda Pancasila (foto: kompas.com).
Ada pidato menarik dari Soekarno yang disampaikan dalam sidang 1 Juni 1945 tersebut. Berikut potongannya:

“Kita bersama-sama mencari persatuan Philosophische grandslag, mencari satu ‘Weltanshauung’ yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang Saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hadjar setujui, yang saudara Sanoesi setujui, yang saudara Abikoesno setujui,  yang saudara Lim Koen Hian, pendeknya kita semua mencari satu modus”.

Itulah sepenggal momen lahirnya Pancasila. Bukan proses yang pendek dan sederhana karena Soekarno sejak lama telah menggali, merintis, dan melakukan sintesis terhadap nilai-nilai dasar bangsa Indonesia.

Pidato Soekarno tersebut sangat penting untuk dihayati. Selain membidani kelahiran Pancasila, isi pidato itu juga mengandung esensi bagaimana kita seharusnya memahami Pancasila secara lebih mendalam, bukan sekadar menghafalnya sebagai susunan atau urutan lima sila.

Dalam pidato itu terkandung wawasan, konsep, dan maksud yang prinsipil tentang Pancasila. Aspek penting yang barangkali luput dipahami banyak orang sehingga Pancasila hanya dimaknai dalam wujudnya sebagai teks tersurat seperti yang kita baca sekarang.

Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 mengandung kata kunci: Philosophische grandslag, Weltanschauung, persatuan, dan setujui. Philosophische grandslag adalah Pancasila sebagai dasar falsafah negara. Sedangkan Weltanschauung adalah Pancasila dalam konteks pandangan hidup.

Dasar falsafah bermakna kebajikan paling dasar yang di atasnya dibangun sebuah rumah bernama Republik Indonesia. Pandangan hidup bangsa merupakan sekumpulan ide atau wawasan untuk menata negara serta bangsa yang majemuk secara damai dan adil.

Seokarno mempertebal wawasan Pancasila juga dengan pidatonya: “Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan…”.


Begitulah Pancasila digali dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai titik temu dan titik tuju. Tertangkap jelas adanya keinginan luhur untuk mewujudkan kemaslahatan bersama melalui persatuan.

Sementara itu dalam bangsa yang majemuk, munculnya keinginan atau kehendak suatu kelompok, komunitas, suku, agama dan lain sebagainya untuk lebih mendominasi sangat mungkin terjadi. Maka penyebutan nama-nama seperti Yamin, Ki Bagoes, dan Lim Koen Han oleh Soekarno dalam pidatonya bukan suara tanpa makna.

Soekarno dengan cerdas dan bijak menyebut nama-nama tersebut dengan maksud ingin menyadarkan hadirin dalam sidang BPUPKI saat itu bahwa kehidupan bangsa ini dilingkupi oleh keberagaman. Di tengah-tengah kita hidup anak bangsa dari berbagai latar belakang suku, etnis, dan agama.

Dengan demikian Philosophische grandslag dan Weltanshauung yang tepat untuk Indonesia adalah yang mampu mempersatukan sekaligus mengatasi kehendak penguasaan dan pemaksaan satu kelompok terhadap kelompok lain, termasuk oleh agama tertentu.

***

Sejarah membuktikan bahwa visi para pendiri bangsa menemukan keampuhannya, salah satunya ketika muncul ketidaknyamanan di sebagian golongan terkait isi Piagam Jakarta yang didalamnya memuat frasa “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, serta teks-teks lain yang cenderung mengakomodasi dan merepresentasikan superioritas agama tertentu.

Maka selama perumusan dan pengesahan Pancasila ada banyak curah gagasan yang memperkaya sintesis Pancasila. Berbagai ideologi yang dipahami oleh para pendiri bangsa bertemu dengan endapan pengalaman kolektif kebangsaan mereka.

Hasilnya ialah Pancasila sebagai ideologi yang mengatasi paham perseorangan, golongan, dan ideologi-idelogi lain termasuk ideologi agama.

Dari Pancasila dapat diteropong bahwa nilai-nilai dasar yang hidup sejak lama di dalam tubuh bangsa Indonesia ialah kebersamaan dan harmoni. Soekarno menyajikannya dengan istilah yang sangat kuat maknanya, yakni “gotong royong”.

Soekarno juga menekankan bahwa Pancasila digali dari lapis-lapis kehidupan bangsa yang melintasi masa Hindu, Budha, hingga masuknya Islam. Dari situ terungkap bahwa Ketuhanan adalah salah satu akar terdalam dari kehidupan bangsa ini.

Namun, Ketuhanan yang menjadi dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia bukanlah Ketuhanan yang didikte oleh pemahaman kelompok mayoritas. Bukan Ketuhanan yang dirumuskan oleh ideologi agama tertentu untuk mengatasi agama-agama lain.

Oleh karena itu, tidak ada manfaatnya bagi bangsa dan negara ini untuk menonjolkan ideologi keagamaan tertentu karena sejak lama Ketuhanan telah hidup di tengah bangsa Indonesia.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sintesis dari berbagai agama dan keyakinan. Akarnya dari dalam kehidupan bangsa Indonesia dalam bentuk Ketuhanan yang membangkitkan kebersamaan, kerjasama, saling menghormati dan welas asih. Soekarno merangkumnya dengan istilah “Ketuhanan yang Berkebudayaan” yang kemudian menjadi wawasan “sosio-religius” Pancasila.

Kehidupan bangsa tidak berada di tengah dunia yang hampa. Dengan demikian sebagai ideologi Pancasila juga tidak berada di ruang yang menyediri dari dunia luar.

Dalam hal ini Pancasila merupakan simpul pengikat yang menjaga agar nasionalisme Indonesia tidak bablas menuju sekulerisme. Setiap orang menurut Pancasila dijamin haknya untuk mengembangkan keyakinannya masing-masing. Dengan Pancasila negara diharapkan bisa menyediakan ruang dan hawa yang lega bagi nafas kehidupan beragama.

Akan tetapi pada saat yang sama pengaruh agama dijaga agar tidak sampai mengarah pada negara agama. Di sini Pancasila menjadi pengendali agar tidak ada agama tertentu yang dijadikan alat untuk mendikte negara, apalagi mendikte agama-agama lain.

Jangan sampai ideologi agama tampil menguasai dan memaksakan absolutisme karena hal itu akan membuat empat sila lain di bawah Ketuhanan yang Maha Esa kehilangan makna dan kekuatannya. Jika itu terjadi riwayat negara ini tidak akan panjang.

Jadi, Pancasila memang lahir salah satunya untuk mengatasi ideologi agama. Untuk mengatasi mabok agama dan segala rupa ekspresi beragama yang menyimpang dari moralitas serta nilai utama Ketuhanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk