Langsung ke konten utama

Selamat Ulang Tahun, Cinta!

Sekarang, 24 Juni merupakan hari yang penuh arti. Hari ini pula saya melepas salah satu kepunyaan yang memiliki makna mendalam di hati.
Cantik! Sungguh aku sayang kamu (dok. pri).

Kepada seorang teman sore tadi saya menyerahkan sebuah laptop Presario yang sudah lama mati. Beberapa tahun lalu pada saat motherboard-nya divonis rusak, laptop ini sebenarnya masih mungkin diselamatkan. Saat itu di sebuah tempat perbaikan laptop yang cukup terkenal, tapi saya tak merekomendasikannya, sang teknisi mengatakan laptop ini bisa diperbaiki dengan biaya setidaknya 1,5 juta rupiah. Namun, ada catatannya. Yakni kemungkinan laptop itu bisa sembuh hanya 50%.

Menimbang peluang yang hanya separuh dan nilai uang yang perlu dikeluarkan, saya enggan bertaruh. Dengan berat saya memilih mengakhiri kisahnya.

Saya putuskan untuk tak memperbaikinya dan hanya meminta agar hardisknya dicabut sehingga saya bisa tetap memiliki segala data di dalamnya. Tentu saja bersama hardisk tersebut telah terekam banyak kenangan. Termasuk berbagai catatan tentang KAHITNA, foto-foto yang sambil dari konser-konser mereka, serta dokumen penting dan berharga lainnya.

Akhirnya selama bertahun-tahun laptop itu hanya tersimpan dalam lemari. Setiap membuka lemari, sering saya terpaku agak lama memandanginya. Kadang saya suka mengambilnya lagi. Sekadar membukanya dan menggerakkan jari di atas keyboardnya. Tentu saja tak terjadi apa-apa pada layarnya. Ia sudah lama mati dan tak pernah bangun lagi.

Sampai kemudian beberapa hari lalu saya putuskan untuk membersihkannya. Terlintas dalam pikiran akan saya apakan benda ini? Dibuang ke tempat sampah? Atau dipasrahkan kepada tukang loak yang suka melintas?
Terima kasih, Presario! (dok.pri).
Ternyata hati menolak. Kejam rasanya mencampakkan sesuatu yang pernah lama bersama kita. Meski hanya benda mati, tapi  sejak memilikinya pada 2009 laptop ini menemani saya ke banyak tempat dan melewati banyak momen. Dengan laptop ini banyak hal terjadi dan dilalui. Ia jadi saksi berbagai peristiwa yang mampir dalam hidup saya dan akhirnya jadi pengalaman berharga.

Bersamanya saya berangkat ke Jakarta pada 14 September 2011 untuk menonton Konser 25 Tahun Cerita Cinta KAHITNA hari berikutnya. Dengannya pula saya menulis dua artikel untuk konten www.kahitna.net yang sempat eksis pada masanya.

Ceritanya pada suatu malam, Mas Firman, salah seorang manajer KAHITNA menelepon saya. Kepada saya ia katakan membutuhkan konten untuk mengupdate kahitna.net jelang konser 25 tahun.

Tentu saja permintaan itu saya balas seisi jiwa. Senangnya bukan main. Bagi saya yang menggemari KAHITNA dari jauh hal tersebut seperti durian runtuh.

Keberuntungan sekaligus keajaiban karena bisa menyumbang secuil kontribusi dalam persiapan konser 25 Tahun Cerita Cinta KAHITNA walau hanya lewat tulisan di kahitna.net. Tak peduli apakah dua artikel itu dibaca oleh banyak orang atau tidak, yang jelas saya bangga. Apalagi beberapa hari kemudian saya menemukan tulisan-tulisan itu benar-benar terpajang di situs.

Jelang konser, dari rumah Ilham Bikki di Kembangan, Jakarta Barat, saya dapati artikel itu disalin ulang oleh beberapa radio yang menjadi partner konser KAHITNA. Senang sekali ketika mendengarkan radio dan penyiarnya membacakan informasi dengan narasi seperti yang saya tulis.

Dalam perjalanannya ketika meninggalkan Jakarta dan mobil travel yang saya tumpangi terlibat kecelakaan di jalan tol hingga ringsek bagian depannya, laptop ini selamat. Namun, kacamata saya remuk.

Lain hari laptop ini juga menemani saya ke Malang pada Desember 2011 untuk menyaksikan tur KAHITNA. Tak lama setelah menggelar Konser 25 Tahun Cerita Cinta, KAHITNA memang langsung terbang ke berbagai kota. Seingat saya mereka tak hanya tur di Jawa, tapi juga menyeberang sampai ke Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sebelum akhirnya kembali ke Jawa, tepatnya di Malang.
KAHITNA! (dok. pri).
Ketika menonton Konser HATI KAHITNA 2012 di Semarang saya pun berangkat bersama laptop ini. Demikian pula perjalanan menuju Konser 28 Tahun KAHITNA di Surabaya pada 2014 saya tempuh dengannya. Sepanjang konser berlangsung sang laptop tetap berada di balik punggung saya.

Tak ada pilihan selain harus tetap menggendongnya meski punggung sudah begal. Apalagi saya baru tiba di Surabaya pukul 16.00 dan menuju tempat konser dengan berjalan kaki dari Taman Bungkul. Seusai konser saya langsung bergegas kembali ke Jogja dengan menumpang bis pukul 02.00. Adegan menyetop dan menumpang taksi untuk ke terminal Purabaya Bungurasih lumayan penuh drama. Lain kali saja saya ceritakan lebih panjang lagi.

Sejauh ini saya sudah berganti laptop tiga atau empat kali. Tapi perasaan terberat saya rasakan ketika harus menyudahi perjalanan bersama Presario. Laptop ini paling banyak kenangannya. Yang tak mungkin saya lupakan ialah sebagian besar coretan di blog dan sebagian besar cerita tentang KAHITNA yang saya tulis selama ini dihasilkan melalui ketukan keyboard Presario.

Begitu dalam pengalaman dan begitu banyak cerita yang telah dibuat bersama laptop ini, menjadi alasan saya tetap menyimpannya selama bertahun-tahun meski tak lagi bisa digunakan. Sampai akhirnya saya putuskan untuk membuatnya berguna lagi dengan cara yang berbeda.
KAHITNA! (dok. pri).
 Kepada seorang teman yang membimbing murid SMK saya menyerahkan Presario sore tadi. Beberapa hari lalu kami sudah buat janji untuk bertemu sejak saya persilakan ia menggunakan laptop itu sebagai media praktik bongkar pasang bagi murid-muridnya.

Semoga layar LCD, keyboard, DVD room, kartu memori dan bagian-bagian lain di luar motherboard yang telah rusak itu masih bisa dimanfaatkan. Satu pesan kepada sang teman, jangan lepas stiker di punggung layarnya. Biarkan itu tetap di tempatnya seperti dulu saya menempelkannya pertama kali.

Terima kasih Presario. Selamat Ulang Tahun, KAHITNA!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk