Langsung ke konten utama

Di Balik Lucunya Srimulat: Punya Koneksi Intelijen dan Berani Melawan PKI

Saya menyukai Srimulat sejak kecil. Layar kaca TV menjadi medium saya menyaksikan grup ini. Oleh karena itu, generasi Srimulat yang saya tahu merupakan generasi ketika Srimulat sudah memasuki industri TV.

Srimulat era industri TV (foto repro/dok.pribadi).

Keluarga besar kami yang banyak berasal dari Klaten dan Jawa Timur membuat saya terpengaruh dan akhirnya menyukai Srimulat. Apalagi saat mudik dan berkumpul di Klaten, tontonan Srimulat menjadi suguhan wajib di rumah kakek. Waktu itu Srimulat tayang berulang kali sepanjang hari selama libur lebaran. Nonton bersama menjadi salah satu kegiatan utama kami ketika berkumpul.

Barangkali karena pendiri Srimulat, yakni Raden Ayu Srimulat lahir di Klaten sehingga keluarga kami menyenangi grup lawak ini. Semacam ada ikatan batin atau kebanggaan sebagai sesama orang berdarah Klaten. 

***

Pada masa jayanya anggota Srimulat mencapai 100 orang. Bahkan, sepanjang  sejarahnya dari awal berdiri sebagai kelompok kesenian hingga menjadi grup lawak era industri TV, tercatat ada 1500 nama yang pernah menjadi bagian dari Srimulat. Kalau bukan karena kerja sama, tidak mungkin mereka menjadi besar dan bertahan begitu lama.

Kerja sama tersebut ditopang oleh keunikan dan kekuatan para personelnya. Maka Srimulat menjadi grup yang sangat berkarakter. Originalitas lawakan mereka sulit ditiru, apalagi disaingi. Malah diakui bahwa Srimulat telah melahirkan genre dan formula humor sendiri yang oleh banyak orang disebut “lawakan gaya Srimulat”. 

RA Srimulat dan Teguh Rahardjo, dua tokoh pendiri Srimulat (foto repro/dok.pribadi).

Srimulat meraih kebesarannya sebagai grup kesenian di Solo. Mereka tetap berkibar ketika hijrah ke Surabaya. Srimulat lalu memasuki era industri TV yang menjadikan mereka sebagai kelompok humor skala nasional yang sangat terkenal. Srimulat pernah mengikat kontrak dengan stasiun TV di Jakarta untuk waktu yang lama.

Sejak berdiri Srimulat beberapa kali mengalami penyesuaian nama panggung. Di Solo mereka mengusung nama Gema Malam Srimulat. Lalu berganti menjadi Aneka Ria Srimulat. Sempat memakai nama Srimulat Review, tapi kembali berubah menjadi Aneka Ria Srimulat.

Punya Koneksi Intelijen
Srimulat layak disebut sebagai salah satu ikon terbesar dalam sejarah panggung seni dan budaya pertunjukkan di Indonesia.

Tidak hanya melahirkan, mereka juga mewariskan kelucuan. Srimulat membuat tertawa jutaan orang. Jatuh bangun, pasang surut, dan proses berkarya yang dijalani oleh Srimulat selama puluhan tahun juga meliputi beberapa sisi “serius” yang tidak lucu, bahkan cenderung menegangkan.

RA Srimulat, pendiri sekaligus tokoh kunci Srimulat merupakan seniman berbakat sejak remaja. Sebagai orang yang hidup masa perjuangan kemerdekaan, Ibu Srimulat memiliki keberanian untuk melawan kesulitan-kesulitan. Ia ikut berperan dalam perjuangan bangsa dengan menjalin “pertemanan” dengan militer Indonesia.

Sempat muncul dugaan bahwa Ibu Srimulat seorang agen intelijen. Apalagi pada akhir 1990-an, Jujuk Srimulat diberitahu oleh seseorang yang datang membawa dokumen berisi daftar orang-orang yang bekerja sama dengan militer semasa perang kemerdekaan. Dalam daftar itu terdapat nama RA Srimulat.

Meski dugaan bahwa Ibu Srimulat merupakan agen intelijen belum dipastikan, tapi kedekatannya dengan sejumlah petinggi intelijen militer Indonesia pada masa kemerdekaan benar adanya. Ia sering terlibat dalam pertemuan yang dihadiri oleh tentara untuk membahas masalah politik dan keamanan negara.

RA Srimulat yang pada masa itu kerap menggelar pertunjukkan di daerah-daerah berbahaya juga beberapa kali bertemu dengan kelompok pemberontak. Keberadaan pemberontak tersebut oleh Srimulat kemudian dikabarkan kepada militer Indonesia.

Melawan PKI
Periode 1960-an menjadi salah satu periode genting yang dialami oleh Srimulat yang masih bermarkas di Solo. Pengaruh Partai Komunis Indonesia sedang kuat pada masa itu. PKI juga sedang gencar melakukan pendekatan dan propaganda untuk menarik lebih banyak massa pendukung. Salah satu caranya ialah memaksa kelompok-kelompok kesenian untuk bergabung dalam LEKRA (Lembaga Kesenian Rakyat).

Srimulat yang ketika itu telah menjadi grup besar diincar oleh PKI dengan harapan pengaruh Srimulat bisa memperlancar propaganda PKI. Namun, RA Srimulat dan suaminya menolak untuk membawa gerbong Srimulat ke dalam LEKRA. Hal itu membuat PKI tidak senang dan berbalik melakukan intimidasi terhadap Srimulat.

Walau diserang intimidasi dan intrik oleh PKI, Srimulat tetap bertahan pada idealismenya. Srimulat tidak menghendaki ada campur tangan politik dalam kesenian yang mereka geluti. Srimulat tak ingin diperalat oleh PKI.

Di sinilah koneksi Srimulat dengan militer Indonesia memberikan manfaat. Untuk menghindari rongrongan PKI dan LEKRA, beberapa kali pertunjukkan Srimulat dijaga oleh tentara. Di tengah keselamatan mereka yang terancam, personel Srimulat terus menghibur masyarakat.  

 

Srimulat generasi pertama.

Kedekatan Srimulat dengan militer juga mendatangkan “keajaiban” yang ternyata sangat menentukan eksistensi Srimulat. Menjelang pecahnya peristiwa G30S-PKI, RA Srimulat mendapatkan informasi akan adanya kegentingan. Ia pun memutuskan memboyong para seniman Srimulat untuk hijrah ke Surabaya.


Keputusan tersebut terbukti tepat dan cerdas. Sebab Peristiwa G30S-PKI ternyata merembet sampai ke Solo. Banyak seniman ikut tewas. Mereka yang dianggap terlibat PKI menjadi sasaran pembantaian massal.

Beruntung Srimulat telah hijrah lebih dulu ke Surabaya. Beruntung pula sejak awal Srimulat teguh pada idealismenya untuk tidak terjebak dalam permainan politik PKI. Keberanian Srimulat menolak bergabung dengan LEKRA tidak hanya membuat mereka selamat dari tragedi berdarah, tapi akhirnya juga mengantar Srimulat menjadi salah satu pencetak sejarah.

Lucu sudah pasti. Srimulat juga cerdas dan berani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk