Langsung ke konten utama

CANTIK (Membaca Surat Tuhan Lewat Anggrek di Bawah Merapi)



Alam adalah rumah dan guru yang sempurna bagi manusia.

November 2009, setahun sebelum letusan itu terjadi kami berada di tempat ini selama 3 hari guna melakukan eksplorasi Anggrek. Dan kenangan itu masih ada. Bayangannya akhirnya membuat saya diam-diam menangis kecil. Kenangan bagaimana dulu kami tidur di tempat Mbah Hadi, rumah terdekat dengan Merapi yang berjarak 3,5 km dari puncaknya. Kenangan saat harus menahan dingin hingga tak bisa tidur semalam. Kenangan saat subuh harus turun ke Mushola dan menjalani sholat bersama Mbah Maridjan. Kini mbah Hadi dan mbah Maridjan telah tiada bersama wajah-wajah ramah lainnya. Bersama ribuan pepohonan dan Anggrek yang dulu selalu membuat kami berlari dan teriak ketika menemukannya. Anggrek-anggrek yang dulu entah berapa kali kami catat, kami gambar dan kami potret. Anggrek-anggrek yang selalu kami sombongkan di berbagai kegiatan di kampus hingga seminar nasional.

Saat berkunjung kembali ke Kinahrejo beberapa saat lalu secara diam-diam mata ini menetes ketika memasuki pintu masuk wilayah itu. Tempat itu benar-benar berubah. Tak lagi hijau lebat seperti dulu. Tak ada lagi rumah-rumah sederhana berdinding kayu beralas tanah dengan wajah-wajah penduduknya yang selalu ramah menyapa seperti ketika kami dulu melewatinya. Yang ada hanyalah ramai ratusan orang berkunjung untuk melihat sisa-sisa keramahan itu. Ratusan orang berlabel wisatawan. 

Dua tahun berlalu, Kinahrejo kini bagaikan kaki gunung yang telanjang. Meski banyak rerumputan mulai tumbuh kembali dan pepohonan kecil mulai bersemi, puncak dan punggung Merapi kini tak lagi tersamar dengan rimbun pepohonan hijau. Saya tak pernah melihat Merapi hingga sejelas dan segagah ini. Indah sekaligus membuat saya gentar karena gunung itu juga yang telah mengubur jutaan pepohonan, mengubur ribuan Anggrek.
Tapi bagaimanapun keadaannya kini, Kinahrejo rupanya tetap menjadi bagian dari kecantikan Merapi yang tak pernah mati. Di sini, sekali lagi Tuhan menunjukkan kemurahannya. Dia masih menyisakan tanda-tanda kuasaNya dengan membiarkan Anggrek ini hidup dan mekar menunjukkan kecantikkannya di tengah hamparan kering tanah dan pasir vulkanik, di antara batang dan ranting hitam yang terbakar awan panas Merapi.

Bencana Merapi yang lalu memberikan banyak pekerjaan bagi manusia  untuk menjaga hutan. Jika usai letusan Gunung saja Anggrek-Anggrek itu masih bisa tumbuh dan memamerkan kecantikkannya, maka pasti mereka akan lebih cantik lagi di alam yang tetap terjaga. Jangan sampai kita lalai dan membuat keindahan hutan Indonesia itu lenyap tanpa menyisakan kecantikkan Anggreknya satupun.

Sudah sepantasnya pihak-pihak yang selama ini mengaku peduli dengan hutan dan kekayaan di dalamnya menunjukkan karya nyata. Pemerintah sudah wajib memikirkan dengan sebenar-benarnya arti penting kekayaan alam Indonesia. Bukan lagi sekedar bicara mengenai idealisme yang besar. Sekecil apapun, usaha yang tepat untuk mendukung penyelamatan hutan akan sangat berguna bagi kelestarian Anggrek Indonesia dan segenap potensi lainnya.

Semoga kita tak di sebagai bangsa yang sekedar mempunyai kekayaan alam yang luar biasa besar namun lalai untuk mengenal dan menjaganya. Bagaimana bisa negeri yang oleh dunia dijuluki “Surga Anggrek Dunia” justru tak sanggup mengenali kekayaannya sendiri. Tuhan membiarkan kecantikan Anggrek-anggrek di Kinahrejo Merapi ini tetap terlihat sebagai tanda apa yang Dia kehendaki dari manusia agar menjaga alam.

Alam adalah rumah dan guru yang sempurna bagi manusia. Dan Merapi kembali memberikan pelajaran yang besar bagi kita semua. Merapi dengan segala kecantikan Anggreknya yang abadi. 

Semoga kita bisa membaca surat dari Tuhan ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk