“Nina,
saya sekarang sudah sampai di Columbus (di apartemen saya sendiri). Apartemen
saya kecil tapi cozy dan lingkungannya aman & dekat ke universitas. Di sini
saya ngga punya mobil, kalau pergi ke mana-mana hanya jalan kaki atau naik
bis..............Bagaimana Yogya!! Saya kangen naik becak. Kirim2 surat ke mari
ya, Na!!. Soalnya saya kangen................”
Barisan kalimat sederhana namun manis di atas adalah isi dari sebuah kartu pos yang jadi bagian dari banyak “prasasti” yang ditampilkan di Jogja Stamp Show 2013. Pameran ini digelar di Gedung Heritage eks De
Javasche Bank Yogyakarta atau lebih dikenal sebagai Gedung Bank Indonesia
Yogyakarta, dari 19 Juni sampai 23
Juni 2013.
Memamerkan ragam koleksi benda pos langka berusia
puluhan tahun, Jogja Stamp Show digelar
untuk memperingati Hari Anak Indonesia. Sesuai temanya “From Youth For Stamp”, pameran
ini juga memiliki misi memperkenalkan
hobi filateli kepada para siswa sekolah.
Puluhan display yang memuat
ribuan koleksi perangko dan benda pos lainnya seperti amplop dan kartu pos dari
berbagai negara dipamerkan. Semuanya adalah spesimen asli dan bukan foto. Beberapa
di antaranya dilengkapi keterangan yang membuat pengunjung bisa
meraba keadaan ketika surat atau kartu pos itu dikirimkan dahulu.
Ada banyak kartu pos dari tahun 1920-an
hingga 1940-an lengkap dengan tulisan tangan, stempel dan label yang masih
jelas terbaca. Perangkonya yang sudah berubah warna kecoklatan pun masih
tertempel dengan baik. Andai pemiliknya yang kini mungkin sudah lansia melihat
benda-benda itu, mereka mungkin akan tersenyum mengenang masa-masa ketika
surat-surat itu sampai di pintu rumah. Begitupun pengirimnya mungkin akan
terpaku mengingat isi hatinya ketika menuliskan kata demi kata pada kartu pos yang
akan dikirimkannya.
Yang istimewa tak hanya surat-surat, amplop
atau kartu pos yang dikirimkan antar daerah di Indonesia saja. Banyak spesimen
yang dipamerkan justru kartu pos yang dikirim dari berbagai negara dan kota di
dunia ke alamat tujuan di Indonesia. Seperti kartu pos berisi ucapan Selamat
Idul Fitri yang dikirim oleh sebuah keluarga Indonesia di Jepang kepada
kerabatnya di Yogyakarta tertanggal 25/6/1987. Banyak juga kartu pos dan amplop
surat yang digunakan untuk mengirimkan pesan dari Indonesia ke luar negeri yang
kebanyakan ditujukan ke Belanda. Seperti amplop
tertanggal 13 November 1934 yang digunakan untuk mengirimkan surat dari
Tegal ke Amsterdam.
Melalui Jogja
Stamp Show ini pula masyarakat bisa mengetahui aneka bentuk perangko yang
ternyata tak selalu persegi atau persegi panjang. Perangko dari beberapa negara
berbentuk segitiga bahkan ada yang jajaran genjang.
Lewat perangko pula sebuah negara bisa
menunjukkan keunggulan dan kemajuan negerinya kepada masyarakat dunia. Perangko
dari Malaysia contohnya, sebuah edisi perangko khusus dibuat dengan foto
berbagai jenis mobil nasional diproduksi oleh negeri jiran tersebut. Malaysia
juga memuliakan para atlet berprestasi
ke dalam perangko. Hal yang mungkin agak kontras dengan Indonesia. Selain
gambar bernuansa budaya, perangko Indonesia secara umum lebih sering
menampilkan gambar flora dan fauna yang memang melimpah di alam negeri ini.
Yang unik dan boleh jadi tak banyak orang
tahu adalah sebuah amplop surat dari tahun 1943 yang bagian depanya menampilkan
gambar rokok. Rupanya di zaman dahulu amplop surat menjadi salah satu media
iklan dan rokok menjadi salah satu produk yang pertama kali menghiasi amplop
surat di masa itu.
Sementara itu sebuah amplop yang membawa
surat dari Batavia ke Amsterdam mungkin akan membuat kita berdecak kagum
mengetahui pada tahun 1929 surat yang dikirimkan lintas benua sudah dapat
sampai ke tujuan kurang dari 2 minggu. Pada tahun 1943, sebuah surat dari Tegal
bahkan sudah sampai di Amsterdam pada hari ke-8 pengiriman.
Sejarah dan rute pengiriman surat di masa
lalu juga dapat dipelajari di Jogja Stamp Show ini. Sebuah surat dari Stockholm
yang ditujukan ke sebuah alamat di Singaparna, Jawa Barat menampilkan cerita
perjalanannya saat dibawa dari Stockholm menuju Amsterdam melalui Berlin dan
sampai di Batavia dengan diangkut pesawat KLM. Surat itu akhirnya sampai di
Singaparna pada 18 maret 1935.
Kertas-kertas
itu ternyata lebih dari sekadar aksesoris surat. Perangko, kartu pos dan
amplop-amplop itu tak hanya mengantarkan cinta dan rindu saja tapi juga
mengabadikan kenangan. Kertas-kertas
itu, meski sederhana tapi menuntun kita membaca zaman.
Komentar
Posting Komentar