Selamat malam.
Waktu itu hampir lewat jam
9. Biasanya aku sudah tenang di kamar. Pria baik-baik memang tidak berkeliaran
malam-malam. Tapi malam itu aku duduk di kursi panjang menghadap sebuah meja
yang di atasnya ada beberapa gelas kosong. Cahaya tempat itu remang-remang. Apalagi
sudah malam, jadi makin temaram. Selain aku ada juga beberapa orang wanita dan
laki-laki yang duduk dan berdiri. Mereka juga menunggu sama seperti aku.
Sepasang laki-laki dan
wanita yang kebetulan duduk semeja denganku tampak begitu akrab. Menurut
dugaanku mereka pasangan yang baru saja jadian. Si wanita menggunakan kerudung
hijau, sedang si laki-laki mengenakan jeans biru. Mereka duduk sangat intim,
bercanda hingga beberapa kali kulihat si wanita tersipu.
Tak lama kemudian datang
seorang laki-laki kekar, tidak kekar sekali sih, tapi lebih kekar dari saya
(memang saya kekar ???!). Dia menggunakan celana sebatas lutut, lalu duduk dan
langsung mengeluarkan BlackBerry. Tangannya sibuk di atas keyboard, senyam
senyum. Lama kelamaan senyumnya makin lebar, mungkin dia lagi galau dan
menemukan obatnya di layar BB itu.
Tapi semakin lama semakin
jelas senyumnya, aku justru makin bertanya-tanya. Saat senyumnya lebar aku tahu
dia menggunakan kawat gigi berwarna biru. Ya Tuhan. Aku jadi ingat teori yang
dikemukakan oleh Mongol, komedian (comic) yang ngetop sebagai pakar kaum KW
alias homoseksual. Dan malam itu aku melihat laki-laki yang asyik memainkan
jemarinya di BB, sambil cengar cengir dan dia pakai kawat gigi warna biru. Dan
berarti dia itu KW. Setidaknya itu menurut teori Mongol. Tapi Pria baik-baik
takkan bertanya : “maaf mengganggu, mau tanya, apa mas ini KW ??”.
Setengah jam berlalu, tapi
yang kunanti belum juga datang. Mungkin karena banyak pelanggan malam ini, dan
semua harus dilayani, jadi aku harus rela antri karena datang belakangan.
Mesin berdesing. Satu
persatu pelanggan meninggalkan tempat. Menyerahkan uang kepada seorang wanita
sambil mengucap terima kasih. Dan jika uang yang diberikan terlalu besar maka
si wanita itu pasti akan memberikan kembaliannya.
Sekarang tempat ini sudah
lebih sepi. Aku melihat wanita itu mengambil sesuatu dari dalam plastik,
menyiramnya dengan air lalu mengupas kulitnya. Buahnya yang berwarna putih ia
potong lalu dimasukkan ke dalam mesin. Klik. Mesin kembali berdesing. Dalam
beberapa saat lagi jus sirsak akan tersaji.
Rupanya ada yang memesan jus
sirsak. Jus apa ?. Jus sirsak. Meski penggemar jus, aku lebih sering menikmati
jus apel, jus mangga, belimbing dan semangka. Jus Sirsak ?. Oh aku belum
pernah. Tapi aku pernah sekali membeli jus sirsak untuk seseorang. Saat itu
juga malam hari dan bulan Ramadhan. Aku membeli karena ada seseorang yang
memintanya, ia ingin sekali minum jus itu. Dan setelah mendapatkannya aku kembali
menemuinya, tapi ia sudah tertidur. Aku memasukkannya ke dalam kulkas dan
keesokan harinya dia menanyakan lagi jus itu. Aku mengambilnya dari kulkas lalu
membantunya minum dengan sedotan plastik. Hanya sedikit yang ia minum. Aku
tidak heran karna kondisinya saat itu bahkan membuatku sempat ragu apa dokter
membolehkannya minum jus dan es. Tapi kata dia boleh, meski kulihat selang
infus membebat lengannya.
Hari berlalu aku tak tahu
kabar dan nasib jus sirsak itu. Apa akhirnya ia habiskan, dibuang atau tetap
tersimpan di dalam kulkas hingga saat ini ?. Apapun itu tak masalah lagi. Itu
sudah menjadi jus terakhir ku untuknya.
Pesananku datang. Sebungkus
jus belimbing dengan es sedang. Aku membayar, mengucap terimakasih, lantas
bergegas pergi.
Selamat siang.
Sungguh labil. Iya labil
sekali. Tapi bukan aku yang labil. Melainkan cuaca saat itu. Pagi dimulai
dengan hujan deras yang berlangsung sesaat. Lalu diteruskan jelang siang yang
terik dan panas. Tapi hanya sebentar kemudian mendung datang membawa serta
rintik hujan. Saat sudah berteduh, hujan malah tak jadi datang. Sebagai pria
baik-baik aku tak boleh mengumpati alam dan cuaca.
Jelang tengah siang aku
masuk ke dalam sebuah tempat makan di kawasan kampus. Saat masuk aku hanya
mendapati seorang wanita duduk di kursi paling timur. Tumben sekali, biasanya
tempat ini begitu ramai.
Aku mengambil duduk di kursi
paling selatan, jadi agak membelakangi wanita itu. Pria baik-baik tidak boleh
main pandang seenaknya kan.
Cuaca benar-benar tidak
nyaman. Langit teduh cenderung mendung namun hawa terasa panas. Entah langitnya
yang galau atau tubuhku yang keliru. Tapi aku tak memesan minuman dingin.
Semangkuk soto dengan banyak irisan daging sapi telah tersaji di mukaku.
Menyusul kemudian segelas jeruk manis hangat yang ditambah 2 potong jeruk nipis
di dalamnya.
Aku mulai makan, sedikit
kecap kutambahkan. Sambil mengunyah kumainkan pandanganku ke depan, menatap
jalan raya.
Makanku tiba – tiba berhenti.
Suara menggumam tiba-tiba terdengar. Aku mencari sumber suaranya di dalam
ruang, tapi tak kutemukan. Ternyata suara itu datang dari mulut pintu.
Seseorang sedang membungkukkan badannya dengan sangat rendah di sana. Aku
berdiri dan melihatnya. Mukanya sangat kusam, rambutnya kumal, persis aku kalau
sedang tidak terawat. Dengan terus menggumam tidak jelas dia menaruh satu
tangannya di mulut dan satu tangan lainnya menengadah.
Aku duduk kembali meraba
saku kemeja. Lalu berjalan ke arah pintu. Ternyata di saat yang bersamaan,
wanita di kursi timur itu juga bangkit, kami tiba di pintu secara bersamaan.
Tangan kami pun terjulur nyaris di waktu yang sama. Aku iba kepada laki-laki
itu. Dan rupanya wanita itu juga demikian. Semoga sedikit dari kami bisa
berguna untuk laki-laki itu.
Saat aku bangkit menuju
kasir untuk membayar, wanita itu masih duduk di sana, di kursi paling timur. Lalu
aku segera keluar dan agak terkejut di sana. Ternyata laki-laki tadi sedang
membeli rokok dan dengan mantap segera menghisapnya. Ya Tuhan, aku tidak tahu
apa uang dariku dan wanita itu yang
digunakan untuk membeli rokok tadi. Tapi dari siapapun uang itu, mengapa ada yang harus meminta-minta hanya untuk sekedar menghisap rokok yang tak
mengenyangkan dan menyehatkan sama sekali ??. Apa itu ia lakukan setiap hari ??. Aku adalah
orang yang anti rokok. Jangankan menghisap, sekedar membau asapnya saja saya
sudah mual.
Semoga laki-laki itu
menjadikan rokok tadi sebagai yang terakhir dia hisap. Kalaupun harus meminta lagi,
semoga bukan untuk rokok.
Komentar
Posting Komentar