Langsung ke konten utama

26 TAHUN KAHITNA. Tempat-tempat Penuh Kenangan

Banyak catatan yang mengisi dan mewarnai perjalanan musik KAHITNA di blantika musik tanah air selama 26 tahun. 

Panggung festival mereka lalui sebagai proses yang  akhirnya mengantarkan mereka menjadi grup besar kesayangan masyarakat Indonesia. Satu di antaranya adalah festival musik  Light Music Contest (LMC), yang kemudian berubah nama menjadi Yamaha Band Explosion (BEX). Gelar juara nasional pun mereka raih pada final BEX di Taman Ismail Marzuki. Sebagai juara KAHITNA pun maju mewakili Indonesia di BEX World Final yang berlangsung di Budokan Hall Tokyo, Jepang tahun 1991. Di ajang internasional ini KAHITNA sukses mengukir prestasi saat dinobatkan sebagai salah satu world champion setelah membawakan sebuah nomor etnik karya mereka sendiri yang berjudul Lajeungan. Pada saat itu KAHITNA memasang formasi big band beranggotakan 3 keyboardis yakni Yovie Widianto, Bambang Purwono, Bubi dengan bassis Doddy Is, drummer Budiana Nugraha, peniup saxophone Margono serta duo vokalis Hedi Yunus dan Rita Effendy.
 KAHITNA saat grand final BEX di Tokyo, Jepang 1991 (dok. : KAHITNA)

Tak hanya Taman Ismail Marzuki dan Budokan Hall yang menjadi tempat “bersejarah” bagi KAHITNA. Beberapa  tempat juga menyimpan kenangan perjalanan  KAHITNA muda. Satu di antaranya adalah sebuah kafe di daerah Kuningan. Di kafe yang sudah tak bisa lagi dijumpai sekarang ini, KAHITNA muda unjuk kemampuan 2 kali seminggu jauh sebelum nama mereka dikenal sebagai band rekaman. Di kafe bernama TOPAS itu sebagian jejak-jejak KAHITNA muda tersimpan. Jejak sekumpulan pemuda biasa yang kini menjadi salah satu band besar yang pernah dilahirkan Indonesia.

Andai saja TOPAS masih ada, KAHITNA mungkin ingin kembali mengulang nostalgia mereka di tempat itu. Mengenang dan merasakan lagi gairah bermusik mereka ketika remaja, saat masih muda, waktu badan mereka masih kurus.

KAHITNA muda juga menyimpan kenangan di Pasar Seni Ancol.  Semasa SMA KAHITNA menjadikan tempat itu sebagai salah satu panggung untuk mengasah talenta musik mereka. Di tempat itu pula mental panggung KAHITNA turut terbentuk. Maka tak heran jika tahun lalu ulang tahun Yovie dirayakan di tempat itu bersama  KAHITNA dalam panggung New Friday Jazz.
Penampilan KAHITNA di Pasar Seni Ancol dalam New Friday Jazz (dok. : soulmateKAHITNA)

Catatan selanjutnya adalah “kedekatan” emosional KAHITNA dengan HardRock Cafe Jakarta. Simbiosis antara KAHITNA muda dengan HardRock Cafe telah terjalin semenjak awal kemunculan keduanya. Bagi KAHITNA muda HardRock Cafe adalah salah satu panggung pertama mereka sekaligus menjadi panggung publikasi kehebatan mereka. Ikatan emosional itu tercemin dari setiap penampilan KAHITNA di HardRock Cafe yang selalu dibanjiri penggemar. Hal yang istimewa mengingat saat itu KAHITNA belum menjadi band rekaman yang mempunyai album sendiri.
 suasana HardRock Cafe Jakarta dalam Konser 23 Tahun KAHITNA (dok. : KAHITNA)

Hingga kini penampilan KAHITNA di HardRock Cafe selalu mempunyai arti sendiri. Romantisme masa lalu menjadi salah satu hal yang menyertai setiap penampilan KAHITNA di tempat itu. KAHITNA seperti pulang ke rumah lama dan bagi HardRock Cafe mereka seperti menyambut pulang saudara  lama.

Kini meski usia terus mengantar mereka ke depan, masa keemasan pun sudah lewat, namun KAHITNA telah melewati masa-masa itu dengan luar biasa.

(terima kasih kepada Mang Anwar untuk ceritanya dulu)

Komentar

  1. salah satu band yang lagu lagunya mengingatkan pada masa SD dan SMP

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk