Langsung ke konten utama

Intermezzo


Selamat malam.
Malam ini, sedari jam 10 tadi saya berada di depan layar laptop. Jendela yang saya hadapi adalah Adobe Photoshop dan Adobe Lightroom. Bergantian saya menggunakan dua perangkat lunak itu. Saat sedang menggunakan salah satunya, maka saya akan menepikan satu yang lainnya. Begitu selesai, giliran yang satu ini saya tepikan, sebaliknya menampilkan lagi yang tadi ditepikan. Jujur saja, pergeseran antar jendela ini yang sering membuat saya cape, apalagi tidak menggunakan mouse, maka menyentuh mouse pad berkali-kali pasti akan melelahkan.

Satu setengah jam berlalu, saya beranjak ke tempat tidur. Laptop pun ikut saya angkat ke kasur. Sementara winamp saya klik – play. Lagu Suami Terbaik dan Untukku adalah dua yang mengalun pertama tadi. Dan sekarang lagu Nggak Ngerti yang sedang terputar.

Satu setengah jam berlalu, saya beranjak ke tempat tidur. Laptop pun ikut saya angkat ke kasur. Kedua Adobe tersebut saya minimize, tidak ditutup karena nanti saya berniat melanjutkannya lagi. Melanjutkan apa ??.

Tadi pagi saya mendapat sms dari “ibunya” soulmateKAHITNA. Isinya tentang permintaan membuat sebuah desain untuk sebuah acara yang akan datang. Dalam sms itu juga ia memberitahu kalau desain yang telah dikirim sebelumnya sudah diapprove oleh mas Yovie Widianto.

Lalu untuk apa desain yang saat ini sedang saya buat ?. Pastinya saya kurang tahu. Mungkin untuk melengkapi atau menemani desain yang sudah ada sebelumnya. Atau nanti akan dibandingkan dengan desain buatan teman-teman yang lain juga.

Maka sedari tadi sore saya berfikir mau seperti apa desain yang akan saya buat.
Bingung berfikir dan menentukan, meski sebenarnya ada beberapa ide yang ingin dituangkan, tapi akhirnya saya membuka file-file lama saya. Malam ini saya merombak desain yang sudah ada, yang sudah saya buat tahun lalu hingga akhirnya menghasilkan 2 desain baru.

Selama 2 jam mengutak-atik, entah berapa puluh biji kacang rebus yang sudah saya makan. Tapi karena saya pria baik-baik, maka kulitnya tidak berserakan di lantai. Yang pasti sekarang sisanya masih ada di kantung plastika hitam di dekat meja.

2 jam berlalu, besok desain itu dikirimkan, sementara saya masih merasa ada yang kurang pas dengan desain yang sedang kerjakan. Saya lalu memutuskan beranjak ke tempat tidur, membawa serta laptop ke atas kasur, sementara winamp terus memutar lagu, sekarang lagu Aku Dirimu Dirinya.

2 jam berlalu, ternyata mata saya sudah tidak sanggup lagi diajak berlama-lama memandangi jendela Adobe Photoshop & Adobe Lightroom. Semoga esok bisa bangun lebih awal untuk melanjutkannya.

Selamat malam jelang pagi. Semoga nanti ada yang membangunkan saya, menggetarkan HP saya dan mengingatkan saya agar bangun lebih dini. Semoga saja, meski saya tahu itu tak ada.
Baiklah, mari kita tidur saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk

PERBEDAAN

Sejatinya tulisan ada karena sms seseorang yang masuk ke HP Nokia saya kemarin malam. Sebut saja Indah, nama sebenarnya, usianya yang lebih muda dari saya membuat kami beberapa kali terlibat perbincangan seperti halnya saudara. Beberapa hal ia ceritakan pada saya, yang paling sering soal asmaranya beserta segala macam bumbu seperti perkelahian antar wanita (berkelahi beneran), cinta segitiga dan sebagainya. Saya sering “terhibur”mendengar cerita-cerita itu darinya. Daripada menonton kisah sinetron, kisah Indah ini lebih nyata. Dan semalam dia mengirim sms bahagia. Bahagia dari sudut pandang dirinya karena usai jalinan asmara lamanya kandas dengan meninggalkan banyak kisah sinetron, kini ia mengaku bisa merasai lagi indahnya cinta. Sekali lagi cinta menurut sudut pandang dirinya. Namun rasanya yang ini begitu menggembirakan untuknya. Alasan pastinya hanya ia yang tahu, namun satu yang terbaca dari bunyi smsnya semalam adalah bahagia karena tembok perbedaan yang menjadi batas pem