Saya adalah orang yang gemar minum teh. Ada
kalanya bahkan dalam satu hari saya bisa menghabiskan 4 gelas teh. Varian teh lain
yang saya suka adalah es teh.
Namun sudah 4 hari ini saya tak minum teh seduhan
sendiri. Padahal stok teh dan gula di kamar masih cukup banyak. Bahkan saat
makan di luar beberapa hari ini saya juga tak memesan teh atau es teh. Minggu
ini rasanya saya lebih banyak memilih es jeruk dan jus blewah sebagai teman
makan atau kawan membaca.
Dan demi melipur rindu terhadap teh, malam
ini saya kembali menyeduh teh untuk saya minum sendiri. Tulisan inipun dibuat sambil menanti teh yang
baru saya seduh masak dan siap diminum. Jujur saja saya suka dengan aktivitas
mengaduk teh lalu mengamati satu persatu daunnya tenggelam hingga perlahan airnya
berubah warna. Dan saat aroma harum itu keluar bersamaan uap panas, saya
masih harus bersabar hingga panasnya sedikit berkurang. Pria baik-baik tidak
minum minuman yang terlalu panas. Inilah nilai kesabaran dari mengaduk teh.
Teh yang saya seduh bukanlah teh celup. Saya
bukan penggemar teh celup. Hampir selalu teh yang saya minum adalah teh daun
yang diseduh atau orang sering menyebutnya teh tubruk. Oleh karena itu
setiap kali di rumah saya selalu menyempatkan menyeduh teh sendiri karena jika
ibu atau asisten rumah tangga kami yang membuat, sudah hampir pasti yang
digunakan adalah teh celup.
Saya sering mencampur dua macam daun teh
dalam satu gelas. Entah yang berbeda merek atau jenis seperti teh hijau, teh
melati, teh hitam dan sebagainya. Sesekali saya juga mencampurkan madu ke
dalamnya.
Begitupun malam ini. Satu sendok madu saya
masukkan ke dalam teh yang baru saya buat. Saya memasukkannya sesaat
setelah daun teh mulai tenggelam. Lalu saya mulai
mengaduknya.
Secangkir teh buatan saya malam ini | sebelum dicuri komplotan semut |
Hanya sebentar saya mengaduk teh. Karena teh
yang saya seduh malam ini termasuk teh hijau yang pekat. Jika terlalu lama
diaduk maka teh yang dihasilkan akan terlalu pekat dan saya kurang suka karena
itu berarti harus menambah gula lebih banyak untuk mengimbangi rasa “sepet”
yang dihasilkan teh. Pria baik-baik tidak minum yang terlalu manis.
Sesaat setelah teraduk saya meninggalkan teh
di meja. Membiarkannya jadi hangat sebelum diminum. Saya pun berpindah
ke laptop. Menulis ini.
Sekarang saya beranjak kembali ke meja.
Menghampiri gelas hendak menikmati teh hangat tadi. Namun ada
yang aneh terlihat di alas tisu. Saya lalu mengamati gelas seisinya. Ternyata sudah banyak semut
berenang di sana. Saya terlambat. Puluhan semut lebih dulu menikmati teh buatan
saya.
Baiklah, sekarang saya akan ke dapur. Mencuci
gelas dan sendok lalu kembali menyeduh teh. Kali ini akan saya jaga “dia”
baik-baik.
(19 Mei 2012)
Komentar
Posting Komentar