Ini bukan tentang perubahan “morfologi” blog ini. Ini tentang sebuah usaha
diri yang sepele namun ingin saya maknai dengan benar-benar. Seringkali kita memang
menganggap hal kecil hanya sebatas hal kecil. Jangankan itu, hal besar saja
kadang kita sederhanakan, kita anggap kecil, remeh. Kita sering mengartikan
ungkapan “nggak usah dipikirin banget” atau “jangan memusingkan hal yang kecil”
terlalu jauh, kebablasan. Akhirnya semua hal dianggap kecil, termasuk makna dan
manfaatnya bagi orang lain juga kita anggap kecil.
Di sebelah utara pintu utara persimpangan
Fakultas Kehutanan dan Pertanian UGM terdapat jalan raya yang selalu ramai
bukan hanya oleh kendaraan mahasiswa melainkan kendaraan umum mulai dari mobil
pribadi, motor, bis kota hingga bis wisata. Kini jalan itu juga mulai ramai
dengan pengguna sepeda. Sejak 2 tahun ini aktivitas naik sepeda memang
meningkat tajam di kawasan UGM. Jalan itu juga ramai dengan pejalan kaki
terutama para mahasiswa yang menyeberang dari kawasan utara kampus menuju
fakultas terdekat seperti fakultas Kehutanan, Pertanian dan Teknologi
Pertanian. Jalan di sebelah utara tersebut menjadi padat karena di sepanjang
jalan itu memang terdapat banyak rumah kos dan sejumlah gerai makan terkenal di
Jogja seperti Gudeg Yu Djum, Gudeg Bu Ahmad, Bakso Mataram dan beberapa rumah
makan padang.
Di sebelah utara kampus Kehutanan itu
sebenarnya ada dua ruas jalan besar yang dipisahkan oleh selokan. Masing-masing
jalan berfungsi satu arah dan berlawanan satu sama lain. Meskipun dipisahkan
oleh selokan jalur hijau, di beberapa ruas terdapat marka yang terpotong lebar
yang sebenarnya difungsikan untuk pengguna sepeda dan pejalan kaki yang ingin
memotong jalan. Sementara pengguna mobil dan motor yang ingin memutar
disediakan akses di sebelah timur, dan itu juga berlaku satu arah, hanya
kendaraan dari arah barat yang boleh memutar.
Lalu bagaimana kendaraan dari arah timur jika
ingin langsung menuju utara atau sekedar berbalik arah ?. Mereka harus memutar
di Perempatan MM, melewati lampu merah. Itu yang benar. Namun pada kenyatannya
selama ini banyak pengguna jalan yang memutar melalui sebuah "tembusan" di utara pintu persimpangan Fakultas Pertanian dan Kehutanan, berdekatan dengan marka untuk
pejalan kaki dan pengguna sepeda. Memang jalan itu hanya selebar satu motor,
namun selalu ramai dan hampir semua pengguna motor yang ingin menuju kawasan
Swakarya atau memutar arah mengambil jalan itu. Melalui jalan itu pengguna
motor bisa memangkas jarak 300 meter lebih cepat dibanding kalau harus
melalui perempatan MM. Namun masalahnya, itu bukan jalan yang "benar", jalan yang “salah”.
Salah karena sebenarnya jalan itu tak diperuntukkan untuk kendaraan, entah yang
menuju Swakarya atau sekedar memutar arah. Salah karena di tempat itu jelas
terpasang rambu lalu lintas dilarang melintas masuk. Jalan itu sesungguhnya
diperuntukkan untuk pejalan kaki atau pengguna sepeda. Namun apadaya,
bertahun-tahun jalan itu justru menjadi jalan tembus favorit pengguna motor.
Pejalan kaki dan pengguna sepeda terpaksa mengalah dengan melompati marka jika
hendak menyeberang dari dan menuju kampus UGM.
Saya adalah orang yang sebelumnya hampir
selalu melewati jalan tembus yang salah itu ketika hendak menuju Swakarya,
kalau kebetulan melewati utara kampus Kehutanan dan Pertanian itu. Alasannya ya
apalagi kalau bukan lebih cepat sampai di tujuan. Lagipula kalau harus memutar
lewat perempatan MM, ada kemungkinan terjebak kepadatan di depan Gudeg Bu Ahmad
terutama saat siang dan sore hari.
Tapi itu dulu, kini saya ingin berubah. Sudah
beberapa hari ini saya memilih untuk menempuh jarak yang lebih jauh jika
hendak menuju Swakarya dan meninggalkan jalan yang salah itu .
Bagi saya perubahan ini memiliki arti, meski
saya yakin bagi sebagian orang hal ini adalah sesuatu yang kecil dan biasa, tiada
arti.
Saya hanya membayangkan jika saya menjadi
pejalan kaki atau pengguna sepeda dan tidak memperoleh apa yang semestinya saya
dapatkan, pasti akan tidak enak dan malah sering merasa terintimidasi atau
direndahkan oleh pemilik kendaraan. Pernah merasa kesal diklakson mobil atau
motor padahal kita tidak melanggar apapun ?. Nah rasanya mungkin akan seperti
itu . Dan saya tahu itu memang tidak enak, karena sebenarnya saya adalah
pejalan kaki yang suka naik sepeda dan motor.
Hak orang lain meski itu terlihat remeh
sesungguhnya tak sekecil yang kita pikirkan. Kita bukan tidak pernah tahu apa
arti hak itu bagi mereka, hanya saja karena kadang kita melompat pada kondisi
yang lebih nyaman lalu lantas menaikkan badan menjadi lebih tinggi dibanding
mereka. Lalu beranggapan hak kita pun menjadi melebihi mereka. Padahal kita
semua sama. Memang hak dan kewajiban belum tentu sama, namun merampas hak orang
lain, seremeh apapun hak itu, menunjukkan betapa rendahnya kita
dibanding mereka.
Komentar
Posting Komentar