Langsung ke konten utama

Tak Ingin Seperti Mereka


Selamat malam.
Sebelumnya minta maaf kalau tulisan ini nantinya akan menyinggung penggemar Anang atau Saiful Jamil. Mungkin akan terbaca tendesius, apriori atau mungkin akan ada yang menganggap tulisan ini menjelek-jelekkan keduanya. Sungguh saya tidak punya masalah dengan mereka. Oleh karena itu untuk para penggemar Anang atau Saiful Jamil sedari awal tulisan ini saya mohon maaf.

Mau tidak mau saat melihat  TV atau membuka portal berita di internet saya harus melihat pemberitaan tentang kedua artis tersebut. Suka atau tidak suka saya pun membaca judulnya karena mau bagaimana lagi ?. Judul itu ditulis besar atau setidaknya berada di halaman terdepan, dan saya masih bisa melihat dan akhirnya sering kali tergoda untuk membaca.

Dulu saya bangga sekali dengan Anang ketika ia menunjukkan ketegaran dan sikap “nerimo” saat skandal perselingkuhan (mantan) istrinya Krisdayanti terkuak. Sayapun sedikit kaget mengingat citra mereka selama itu adalah pasangan selebritis yang dianggap mampu membina rumah tangga harmonis dengan bingkai yang indah. Meski akhirnya terkuak juga kenyataannya parah. KD berselingkuh, atau bahasa halusnya mendua.

Baiklah saya kembali ke Anang saja. Sebagai sesama laki-laki saya bangga dengan sikap Anang saat itu. Ia tampak menerima, sabar dan tidak mengumbar emosi di media meski sakit hati saya tahu, pasti meraja, melebihi kecewa yang ada. Saya lalu tambah salut dan sempat haru saat anak-anak mereka ternyata lebih memilih bersama Anang dibanding KD.

Saya tidak mengikuti pemberitaan tentang itu secara detail. Tapi dari potongan-potongan kisah yang terekam itu saya salut dan dalam hati memuji Anang sebagai “Pria Baik-Baik”. Orang yang bisa tegar menerima sebelah hatinya diiris tajam secara diam-diam dari belakang pasti memiliki kebesaran hati. Orang yang sanggup tetap tegak berdiri walau sebuah palu besar mendadak menghantam kepalanya pasti memiliki kekuatan. Dan saya tahu itu tak mudah. Bagaimanapun menjadi pihak yang disisihkan dalam kisah cinta segitiga selalu tidak enak, selalu tidak membanggakan. Namun jadi membanggakan jika ia bisa menerimanya dengan besar hati.

Namun cerita mulai berganti. Anang mulai gemar mengumbar sensasi yang dalam beberapa hal tampak sebagai bentuk ungkapan pelampiasan atau ingin menunjukkan pada orang bahwa ia adalah laki-laki yang tetap menarik bagi wanita walau wanita lain telah “meremehkannya”. Banyak cerita dan ragam sensasinya bersama Syahrini tak usah dijelaskan lagi. Kisah awal dari teman duet hingga cerita-cerita gaya infotainment yang mereka tampilkan semua tentu sudah tahu.

Sayapun mulai mengurangi kadar salut saya untuk Anang. Dan akhirnya kadar itu turun drastis saat hal yang sama, kisah yang sama, kembali ia jalin dengan wanita lain bernama Ashanti. Bumbu-bumbunya pun hampir sama, dari teman duet hingga jalinan kasih yang di-blow up habis-habisan oleh infotainment. Anang dan Ashanti pun tampaknya begitu menikmati popularitas itu, bahkan dalam beberapa hal mau tidak mau harus diakui mereka memang ingin “terkenal”. Lalu bagaimana dengan Syahrini ?. Dalam kisah ini ia akhirnya menjadi pihak yang tersisihkan. Dan Anang memainkan transisi dari tokoh yang tersisih sebagai pilihan menjadi tokoh yang memilih (baca : menyisihkan).

“semudah itukah rasa berpindah meloncat dari satu hati ke hati lainnya atas nama (yang mereka sebut) cinta ?”.

Anang telah menuliskan ceritanya sendiri. Begitu juga dengan Saiful Jamil yang secara tragis kehilangan istrinya yang meninggal di sisinya usai mengalami kecelakaan lalu lintas tahun lalu.

Kehilangan yang pasti sangat menyesakkan, buktinya Saiful Jamil saat itu di depan media berlinang air mata dan sempat berujar tak ingin menikah lagi.

Saya lalu teringat lagu Suami Terbaik milik KAHITNA. Kebetulan lagu itu berkisah tentang seorang suami yang ditinggal wafat istri tercinta dan akhirnya memilih menjalani hari sendiri tanpa pendamping baru untuk menjaga hati sebagai Suami Terbaik.

Akankah Saiful menjadi Suami Terbaik yang memenuhi ucapannya untuk tak cari pengganti lagi ?. Hanya waktu yang akan menjawab. Namun sayangnya sebelum waktu itu tiba tampaknya jawaban sudah mudah diterka. Saya garuk-garuk kepala sebentar. Lalu geleng-geleng kepala berkali-kali. Tak lama berselang sepeninggal wafatnya sang istri, penyanyi dangdut itu malah semakin “menjadi-jadi” di infotainment dengan tak risih menceritakan dan mengulang-ngulang cerita tentang kesedihan dan janjinya pada sang istri. Lalu kisah semakin menjadi-jadi, satu dua wanita bergantian muncul di sisi nya lengkap dengan baragam kisah mulai dari “teman duet”, “sahabat kecil” dan sebagainya. Bumbunya pun tak kalah mulai dari “tak ada pengganti sang istri” hingga “ingin menikah lagi”.

“apakah demi mendapatkan sebentuk hati (yang mereka sebut) bernama cinta, harus ada beberapa hati lain yang perlu dicoba untuk kemudian disisihkan atas nama (yang mereka sebut) cinta sejati ?”

“bukankah membuat janji baru di atas janji lain yang terucap sebelumnya sama halnya menikam diri sendiri ?”. Lalu apa yang bisa dibanggakan dari cinta semacam ini ?. Atau benarkah itu cinta ?. Jangan-jangan hanya godaan"

Saya tak mengerti jawabannya. Tapi saya mengerti itu semua hak mereka. Ke mana hati berlabuh sepenuhnya adalah kuasa sang pemilik hati. Bisa jadi alasan-alasan itu tidak pernah kita mengerti karena manusia hanya bisa menduga dan menerjemahkan apa yang terlihat saja. Kita tak tak pernah benar-benar bisa membaca hati orang lain. Oleh sebab itu pula kita sering dikejutkan oleh pilihan-pilihan yang orang ambil. Dan ada kalanya kitalah yang menjadi satu dari sekian banyak pilihan itu, apakah sebagai yang terpilih atau mungkin yang tersisih.

Saya hanya ingin kelak tak seperti seperti Anang dan Saiful Jamil yang (kesannya) terlalu mudah mengubah hati, terlalu gampang membuat cerita-cerita baru dengan menyisihkan begitu saja cerita-cerita lain yang telah dibuat sebelumnya. Saya tahu memang tidak mudah menjaga hati. Tidak gampang menyembuhkan sakit hati. Tapi apakah itu lantas menjadi alasan untuk bermain hati ?. Iya, saya tahu itu tidak mudah. Untuk itulah Tuhan hanya memberikan pada tubuh manusia satu organ hati, agar kita bersyukur dan tidak mempermainkan hati lainnya.

Tolong selalu ingatkan saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk