Tak dipungkiri lagi, saat ini handphone telah
menjadi pegangan wajib setiap orang. Barang siapa tak memiliki benda yang satu ini siap-siap saja terkucil dari kehidupan dunia modern. Siapa yang ingin dianggap eksis oleh sesamanya harus punya benda kotak bertombol banyak ini. Bahkan sekedar punya saja kini tak cukup. Minimal harus yang tombolnya lebih dari dua puluh, bisa dipakai BBM-an atau kalau tidak pokoknya yang bentuknya mirip smartphone, masalah asli atau KW itu diurus nanti.
Ada yang menganggapnya sebagai kebutuhan, bahkan melebihi kebutuhan pokok pangan. Buktinya banyak orang yang rela mengirit makan dan jajan demi untuk berlangganan paket smartphone, yang lucunya sering juga hanya untuk dipakai chatting atau messenger-an. Kemudian ketika ditanya : “aku sms kok nggak dibalas, gimana jadi nggak besok..?”. Lalu dijawab “maaf beb, kujawab di sini aja ya..lagi nggak punya pulsa, jadi”. Pakai smartphone nggak punya pulsa ??? jadi nggak bisa telpon, no sms ??. hmm...Smart sekali.
Ada yang menganggapnya sebagai kebutuhan, bahkan melebihi kebutuhan pokok pangan. Buktinya banyak orang yang rela mengirit makan dan jajan demi untuk berlangganan paket smartphone, yang lucunya sering juga hanya untuk dipakai chatting atau messenger-an. Kemudian ketika ditanya : “aku sms kok nggak dibalas, gimana jadi nggak besok..?”. Lalu dijawab “maaf beb, kujawab di sini aja ya..lagi nggak punya pulsa, jadi”. Pakai smartphone nggak punya pulsa ??? jadi nggak bisa telpon, no sms ??. hmm...Smart sekali.
Handphone atau kini yang sedang digemari
yakni smartphone telah menjadi penunjang (penunjuk) eksistensi diri. Banyak orang yang
akhirnya mengikuti trend gadget dengan ikut berkala mengganti handphone dengan
tipe terbaru. Perangkat gadget yang makin terjangkau atau beberapa orang memaksakan
untuk bisa menjangkaunya telah mendorong terjadinya loncatan baru dalam
kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Loncatan yang kemudian melahirkan sebuah generasi baru : Generasi Menunduk.
Fenomena menunduk terpampang jelas di hadapan
kita. Mungkin kita pun secara tak sadar telah menjadi bagian di dalamnya. Di
dalam angkot mereka menunduk, mengetik : “lagee
di angkot, panas nya pakai banget lho..!!”. Menunggu makanan datang di
restoran mereka menunduk “dinner with my
luvly..\^.^/”. Lalu saat makanan tiba mereka kembali menunduk, tapi bukan
untuk makan..jepret !! Ã instragram Ã
upload !!.
Sendirian di kamar mereka menunduk, lalu
sedetik kemudian : “sendirian,
sepi...coba ada kamu di sini..#no mention”. Di kamar lain, yang lain juga
sedang menunduk : “huaaa...ngantuks bgtz
nie..bubu aja ahhh..*yawn”. Di kamar satunya lagi juga sedang menunduk : “gilaa ! materinya bikin mau muntah banget
deh ini, bunuh aja gue!!” ßmahasiswi kedokteran.
Bangun tidur mereka bilang : “selamat pagi duniaaaa J”. Tapi mereka tak bersuara, melainkan hanya menunduk. Di ruang kelas mereka juga
menunduk : “mari semangat !! dosennya
kosong hari ini !!”. Lalu di perpustakaan mereka juga hidmat sambil
diam-diam mengawasi, kemudian menunduk lagi : “iih..kok senyumnya manis banget sih..aku kan jadi sukaa.. #eh”. Mau ujian mereka juga menunduk, belum tentu berdoa, tapi hanya menunduk : "@dudiiiiiiiii kak doain aku yah,, bezok mu UAS..moga lancar ya kak.."
Bahkan menunggu rapat yang
dulu diisi dengan obrolan atau merumpi kini menjadi hening. Sebelum rapat
dimulai mereka melakukan ritual menunduk lebih dulu. “belum mulai aja dong...sudah ngantuk !!”.
atau “selalu ya molor begini..cukup tahu aja sih :|”. Lalu ketika rapat usai
mereka menunduk lagi “belum makan aja
dong..lapaaarrr..”
Generasi menunduk seolah memindahkan dunia ke
dalam layar HP. Bagaimana tidak, seorang wanita menunduk menulis : “@lelaki_sejati nanti jemput jam 7
ya...jangan telat !!”. Parahnya si lelaki_sejati itu bukan aktivitas yang
suka menunduk, ia telat membacanya. Parahnya lagi ini malam minggu. Lebih
parahnya lagi sudah tahu telat dia memaksakan diri untuk membalasnya : “@putree_maniez wah baru baca, otw...”.
Sekedar bocoran saja, yang terjadi kemudian si putree_maniez
ngambek, mereka berantem, si putree_maniez nggak mau jalan, nggak mau nemuin si lelaki_sejati, ia memilih menutup pintu kamar, entah apa yang terjadi, tapi
dia menunduk lagi : “@lelaki_sejati
selalu saja nyalahin aku, kamu nggak ngertiin aku banget sih !.”. Dan
lagi-lagi si lelaki_sejati terlambat membacanya.
Generasi menunduk juga meringkas jarak dunia.
Dan ini diakui atau tidak telah mendorong terjadinya disorientasi dalam bersosialisasi.
Mereka merasakan dekat padahal tanpa disadari mereka sedang perlahan-lahan
menjauh, membuat silaturahmi mulai kehilangan maknanya. Bagaimana tidak, dua
orang di dua kamar kos yang bersebelahan saling menunduk : “@aku_cantiq beb..temenin makan yuk..bete nih..”. Lalu berbalas “@putree_maniez hah makan lagi ?? kamyu bete
kenapa beb ??”.
Parahnya kebiasaan menunduk yang meringkas
jarak pada akhirnya sering membuat orang menyepelekan sebuah hal yang besar
atau hal yang sebenarnya tak seringkas dilakukan dengan menunduk. “@smashblast_oke semuanya diwajibkan kumpul jam 9 di ruang atas, agenda
membahas hari Ibu”. Atau “@aku_cantiq
beb tadi ada ibu-ibu datang nyari kamu, katanya penting, aku bilang kamu lagi
di kampus..”.
Generasi menunduk, generasi yang tercipta
atas tuntutan eksistensi diri yang diciptakan oleh kemajuan teknologi. Mereka
membuat dunianya sendiri yang lebih ringkas. Mereka ingin meringkas jarak.
Namun sayangnya tanpa disadari mereka justru perlahan-lahan memperlebar jarak,
bukan lagi sekedar menyederhanakan realita. Semoga tak sampai membuang dunia.
Komentar
Posting Komentar